SUARA rakyat dan suara wakil mereka di parlemen terbukti tidak selalu sinkron. Enggak selalu nyambung, bahkan sering bertolak belakang. Jalan yang mereka ambil kerap berseberangan, satu ke kanan, satunya ke kiri. Lama-lama, relasi antara rakyat dan wakil rakyat jadi makin aneh, yang seharusnya makin mendekat malah kian menjauh. Alih-alih kian mesra, malah makin sering berantem.
Sebetulnya, kalau sekadar berbeda pendapat antara rakyat dan mereka yang mewakili, hal itu mungkin masih wajar dan bisa dimaklumi selama masih dalam koridor semangat yang sama. Namun, kalau sampai wakil rakyat tidak mau mendengar suara rakyat alias suara 'tuannya', itu yang bahaya. Itulah yang sesungguhnya tak boleh terjadi di negara yang mengeklaim diri demokratis.
Apabila yang seperti itu terus terjadi dan dianggap lumrah, boleh jadi benar kecurigaan banyak orang selama ini bahwa para anggota DPR itu sesungguhnya tidak sedang bekerja mewakili rakyat, tapi mewakili kepentingan lain. Entah untuk partai, entah untuk oligarki, entah buat kr....