OPINI

Afirmasi Keterwakilan Perempuan hanya Formalitas!

Rab, 10 Jul 2024

KESETARAAN gender di negeri ini masih jauh panggang dari api. Selain soal nama ibu yang tak tercantum di ijazah anak-anaknya, seperti yang diresahkan Profesor Alimatul Qibtiah (Media Indonesia, 3 Juli 2024), ketentuan mengenai 30% keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga publik juga dalam realisasinya masih sangat memprihatinkan. Sebagai contoh, dalam pencalonan dan keterpilihan di lembaga legislatif pada pemilu lalu, yang ironisnya juga diafirmasi oleh para penyelenggara pemilu Indonesia.

Berbeda dengan Pemilu 2019, saat itu, unsur 30% perempuan merupakan salah satu syarat untuk partai politik menjadi peserta pemilu, meskipun pada faktanya hanya menjadi vote getter, atau sekadar pelengkap untuk memenuhi ketentuan undang-undang (UU). Secara manajerial, tidak ada upaya yang serius dari organisasi partai untuk menjadikan perempuan terpilih dalam pemilu.

Sedangkan pada Pemilu 2024, KPU tidak menyegerakan perbaikan regulasi afirmasi perempuan dari hasil putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24 P/HUM/2023. Pada Mei 2024 lalu, pada saat dilangsungkan seleksi lembaga ad hoc pemilihan untuk Pilkada 2024 di tingkatan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara), KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), Panwascam (Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan), dan Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa, yang idealnya memperhatikan aspek keterwakilan perempuan dalam setiap tahapan seleksi, dalam implementasinya hany....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement