DI tengah potensi alamnya yang besar, Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara, Maluku, dihadapkan pada banyak tantangan yang harus dihadapi masyarakatnya. Desa Nabaheng merupakan salah satu wilayah dengan banyak keterbatasan. Desa yang terletak di dekat pantai sebelah timur Pulau Kei Besar itu sangat tidak terjangkau sinyal seluler atau internet.
Pesan teks atau telepon dari luar pulau hanya bisa disampaikan melalui orang yang berada di Pelabuhan Elat. Orang itulah yang akan pergi ke desa untuk menyampaikan pesan. Kemudian, jika warga desa ingin menelepon, mereka harus naik ke bukit untuk mendapat sinyal. Tidak heran jika di bukit pula tersedia bangku-bangku kayu, seolah menjadikan tempat tersebut ruang tamu darurat untuk komunikasi.
Warga Desa Nabaheng juga dihadapkan dengan keterbatasan transportasi. Dengan biaya transportasi yang tinggi, hasil pertanian, seperti singkong, kelapa, pisang, cengkih, pala, dan mangga, kebanyakan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Sesekali para bapak berlayar ke laut ketika cuaca mendukung, tetapi hasil tangkapan bukan untuk dijual. Minimnya akses dan pasar yang terbatas membuat nelayan enggan mengandalkan laut sebagai sumber penghasilan utama.
“Di sini kami sangat membutuhkan bantuan untuk meningkatkan kualitas hidup,” kata Jonadab, Sekretaris Desa Nabaheng, beberapa waktu lalu. “Untuk usaha pun sulit karena tidak ada yang membeli. Mungkin dengan adanya internet, kami bisa lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang di Elat, bahkan di tempat lain, dan mencari informasi untuk belajar bagaimana memulai usaha.”
Bagi anak muda, keterbatasan di desa memaksa mereka merantau ke luar pulau. Nabaheng pun seperti banyak desa lainnya yang perlahan kehilangan generasi muda mereka, menyisakan kaum lansia sebagai mayoritas penduduk yang tersisa.
Harapan baru
Dengan segala keterbatasan itu, Desa Nabaheng terpilih menjadi lokasi program pengabdian kepada masyarakat di wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) di Indonesia bagian Timur yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Program pengembangan desa digital itu dapat dilaksanakan ITB dengan kerja sama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).
Program desa digital berupa pembangunan akses internet menggunakan teknologi internet satelit. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat telah dilakukan tim ITB pada September-November 2024 dengan tujuan menghubungkan Desa Nabaheng dengan dunia luar sehingga membuka peluang baru untuk pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Pemasangan internet satelit dengan akses wi-fi di beberapa titik strategis desa diharapkan dapat menciptakan budaya belajar bersama melalui internet. Masyarakat dapat mencari inspirasi dari berbagai informasi yang ada di internet.
Contohnya ialah kisah-kisah inspiratif yang ada di Youtube atau media sosial dapat memberikan gambaran nyata ke pada warga Desa Nabaheng untuk mencari cara memajukan dan menyejahterakan desa. Tim ITB percaya bahwa mereka dapat berani mencoba membuat perubahan dengan sumber daya yang ada.
Kunjungan pertama tim ITB ke Desa Nabaheng berlangsung pada pekan ketiga Oktober 2024. Kunjungan yang dilakukan oleh Edy Suwondo, Andita Pramadi, dan Prima Risya itu bertujuan memasang perangkat internet satelit serta jaringan wi-fi di beberapa titik strategis.
Perjalanan ke Desa Nabaheng dibantu oleh Bapak Iman, pendamping dari Kemendesa PDTT yang juga merupakan penduduk asli Elat. Setelah menempuh perjalanan menggunakan motor di rute berbatu, tim ITB disambut oleh pejabat Kepala Desa, Yakobus, dan Sekretaris Desa, Jonadab.
Pemasangan perangkat internet satelit di Nabaheng bukan tanpa tantangan. Hujan besar dan mati listrik sempat menghambat pekerjaan. Belakangan, baru diketahui penyebab listrik mati ialah kabel putus tertimpa pohon yang tumbang akibat angin kencang. Dengan gotong royong bersama masyarakat, tim ITB berhasil memasang radio wi-fi di depan Gereja Fangnan yang menjadi ....
SHARE THIS
For You
E-Paper
Login