SAYA baru saja membaca e-book yang ditulis oleh dr. Ario Djatmiko (selanjutnya disebut AD) yang berjudul "Membangun Kolegium, Membangun Peradaban". Apakah benar bahwa dengan mengintervensi kolegium dan membangun kolegium baru, Menkes bisa disebut membangun peradaban? Yang dimaksud dengan "peradaban kolegium" seharusnya merujuk pada peradaban ilmiah karena kolegium berkaitan dengan cabang ilmu kedokteran. Dalam dunia ilmu pengetahuan, yang digunakan bukan istilah peradaban, melainkan Culture of Science (Budaya Ilmiah). Revolusi ilmu pengetahuan terjadi ratusan tahun lalu, pada masa Copernicus (1543) dan Isaac Newton (1642-1727). Ketika pandangan dunia berubah dari yang berfokus pada agama menjadi pemahaman yang lebih mekanistik dan ilmiah. Itu revolusi besar yang mengubah cara kita berpikir tentang dunia.
Jadi, jika kolegium lama diubah menjadi kolegium ala Menkes dengan harapan dapat mengubah peradaban ilmiah patut dipertanyakan. Apa yang sebenarnya berubah dan diubah? Apa yang akan mendunia? Masak membuat kolegium baru dianggap membangun peradaban? Pembelian alat canggih cathlab oleh Menkes juga menimbulkan masalah. Para ahli jantung mengatakan alat tersebut bisa jadi tidak berguna karena Menkes tidak memahami cara kerja dan syarat-syarat pembuatan cathlab. Menkes tidak melibatkan tenaga ahli. Organisasi dokter dijadikan kambing hitam atas kegagalan pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan.
Pada 2014, AD melihat operasi dengan bantuan robot di Melbourne dan sangat terkesan. Dia lalu berpikir dokter-dokter Indonesia tertinggal jauh dan menggunakan istilah "inertia" yang berarti tidak bergerak maju. Selanjutnya banyak dibahas tentang teknologi. Benarkah begitu? Apakah kolegium lama bisa membawa kita pada teknologi yang lebih modern? Perlu dipahami, m....