HUMANIORA

Atasi Stunting

Kam, 31 Mar 2022

STUNTING atau kerdil pada anak disebabkan kekurangan asupan nutrisi secara kronis. Hal itu karena akses terhadap makanan bergizi seimbang belum merata, terutama pada ibu hamil. Padahal faktor utama terjadinya stunting ialah kurangnya asupan gizi anak pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu sejak janin sampai anak usia 2 tahun. Apa yang perlu dilakukan?

Wilayah dengan stunting tertinggi berada di kawasan tengah dan timur Indonesia, seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota pada 153.228 balita menunjukkan angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6% per tahun dari 27,7% di 2019 menjadi 24,4% pada 2021. Hanya 5 provinsi yang menunjukkan kenaikan. Artinya, implementasi dari kebijakan pemerintah mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia telah memberi hasil yang cukup baik. Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan Myanmar (35%), tetapi masih lebih tinggi daripada Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%), dan Singapura (4%).

Secara individual, ada 6 langkah pencegahan stunting yang bisa dilakukan oleh seorang ibu hamil dan bayinya, yaitu memeriksa kehamilan secara rutin, memenuhi asupan nutrisi, menambah konsumsi zat besi, asam folat, dan yodium, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, memberikan ASI dan MP-ASI sesuai usia bayi, dan mengontrol tumbuh kembang bayi secara teratur. Setiap ibu perlu mendapatkan perhatian khusus melalui strategi intervensi nutrisi. Sejak seorang anak perempuan memasuki masa remaja sampai saat terjadi kehamilan, diperlukan peningkatan penggunaan makanan menu lokal seperti telur dan ikan air tawar. Hal itu harus lebih ditingkatkan demi mencegah ibu terkena malnutrisi.

Kemudian setelah bayi dilahirkan, perlu adanya inisiasi menyusu dini (IMD) dalam satu jam kelahiran, termasuk memberikan kolostrum (makanan pertama untuk bayi baru lahir yang keluar dari payudara ibu sebelum ASI). Pemberian ASI eksklusif sangat penting untuk memastikan bahwa bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya terpenuhi kebutuhan nutrisinya. Kontrol teratur tumbuh kembang bayi adalah hal penting untuk mengenali dan mengatasi stunting sejak awal. Sebaiknya setiap bulan pada bayi usia 0 sampai 12 bulan, setiap 3 bulan ketika anak berusia 1 sampai 3 tahun, dan setiap 6 bulan ketika anak berusia 3 sampai 6 tahun. Selain pemantauan tumbuh kembang itu, juga dengan pemberian imunisasi dasar sesuai jadwal dan kemudian pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) sesuai usia bayi. Keduanya adalah hal penting lain untuk mencegah dan mengatasi stunting.

Gejala stunting yang perlu dicermati meliputi berat badan anak tidak naik, cenderung turun, atau lebih rendah daripada anak seusianya. Tinggi badan anak lebih pendek daripada anak seusianya. Pertumbuhan tulang tertunda, perkembangan tumbuh terhambat, dan anak lebih mudah terkena infeksi. Anak stunting berisiko tidak mampu mencapai potensi idealnya, termasuk dalam aspek akademik, lebih mungkin mengalami kemunduran intelektual, dan kelak akan mengidap penyakit degeneratif seperti kanker dan diabetes. Hal itu disebabkan kebutuhan zat gizi mikro dan makro dalam tubuh anak tidak terpenuhi secara maksimal sehingga pembentukan fungsi sel tubuh dan lainnya tidak sempurna.

Secara komunal non individual, untuk masyarakat luas diperlukan formula program percepatan dalam penurunan stunting dengan intervensi berbasis keluarga berisiko stunting. Fokusnya ialah penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, juga peningkatan akses air minum dan sanitasi.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4% atau 5,33 juta balita. Saat ini di beberapa daerah capaian prevalensi sudah di bawah 20%, tapi masih belum memenuhi target dari RPJMN tahun 2024 sebesar 14%. Bahkan seandainya pun sudah tercapai 14%, bukan berarti Indonesia sudah bebas stunting, tetapi target selanjutnya ialah menurunkan angka stunting sampai kategori rendah atau di bawah 2,5%. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahuntahun sebelumnya. Akan tetapi, Presiden Joko Widodo menargetkan angka stunting turun menjadi 14% di 2024. Untuk men capai target 14%, maka setiap tahunnya perlu terjadi penurunan sekitar 3%. Diperlukan upaya inovatif agar terjadi penurunan sekitar 3% sampai 3,5% per tahun sehingga tercapai target 14% di 2024 sesuai dengan target Presiden berdasarkan RPJMN.

Pemerintah akan memperkuat percepatan penurunan stunting melalui langkah-langkah intervensi kesehatan masyarakat melalui puskesmas dan posyandu pada ibu sejak sebelum hamil sampai sesudah melahirkan. Untuk sebelum kelahiran akan dilakukan program pendistribusian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri, program tambahan asupan gizi untuk ibu hamil kurang gizi kronik, juga melengkapi puskesmas dengan alat USG guna mempertajam identifikasi ibu hamil. Kemudian untuk pascakelahiran dilakukan program untuk mendukung pemenuhan konsumsi protein hewani balita, merevitalisasi proses rujukan balita weight faltering dan stunting ke puskesmas dari rumah sakit, serta merevitalisasi, melengkapi, mendigitalisasi alat ukur di seluruh posyandu di Indonesia yang jumlahnya sekitar 240 ribu. Selain itu, menambah dana bantuan operasional kesehatan (BOK) puskesmas untuk terapi gizi, mengubah aturan BPJS mengenai stunting di rumah sakit agar dapat diberikan penjaminan biaya layanan, serta meningkatkan imunisasi dasar dari 12 menjadi 14 j....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement