HUMANIORA

BMKG Jelaskan Perbedaan Tornado dan Puting Beliung

Rab, 06 Mar 2024

FENOMENA cuaca ekstrem berupa angin kencang di Rancaekek, Jawa Barat, menimbulkan perdebatan mengenai penetapan fenomena tersebut.

Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani mengungkapkan, BMKG mendefi nisikan puting beliung sebagai fenomena pusaran angin pada skala yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tornado yang terjadi di lintang menengah-tinggi.

Adapun skala yang dimaksud ini mengacu pada skala kerusakan yang diakibatkan oleh pusaran angin tersebut di daratan.

“Selain skala dampak yang lebih kecil, puting beliung juga diidentifi kasi sebagai fenomena pusaran angin yang lebih lemah dan waktu hidup yang lebih singkat jika dibandingkan dengan tornado yang biasa terjadi di daerah lintang menengah-tinggi,” ucap Andri saat dihubungi, Selasa (5/3).

Meskipun demikian, lanjut dia, BMKG juga mendefi nisikan puting beliung berdasarkan mekanisme kejadiannya. Mengacu pada klasifikasi tornado dari World Meteorologycal Organization (WMO), terdapat 3 kategori tornado. Yakni tornado tipe 1 yang berasosiasi dengan awan cumulonimbus jenis supercell, yang umumnya memiliki kekuatan dan memberikan dampak yang paling besar.

Lalu, tornado tipe 2 yang berasosiasi dengan awan cumulonimbus dengan tipe multicell, baik yang linear maupun tidak linear. Dan tornado tipe 3, umumnya terbentuk dari proses konvektif lokal, yang mencakup fenomena landspot, waterspout, dan cold air funnel.

“Dari ketiga klasifi kasi yang disebutkan tadi, BMKG menganalisis puting beliung yang sering terjadi di Indonesia merupakan fenomena pusaran angin yang masuk kategori 2 dan 3,” kata Andri.

Sementara itu, tornado tipe 1 yang terjadi di lintang menengah- tinggi berasosiasi dengan supercell yakni dari proses pertemuan massa udara hangat dari ekuator dengan pertemuan massa udara dingin dari kutub (front).

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menegaskan bahwa fenomena puting beliung yang terjadi di Kecamatan Rancaekek, terbentuk bukan karena perubahan iklim melainkan faktorfaktor yang bersifat lokal. Hal itu disampaikan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan. ‘’Fenomena itu hanya local effect, bukan global effect,’’ ujarnya di ....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement