NUSANTARA

Bukit Sampah di Kawasan Wisata Dunia

Rab, 22 Jun 2022

SIANG itu matahari terik menyengat. Puluhan truk sampah mengular antre di jalan satu jalur di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Kota Denpasar, Bali.

Di sejumlah titik di sepanjang jalan itu terlihat genangan air berwarna kehitaman. Baunya menusuk hidung. Lalat pun berhamburan di sepanjang jalan.

Sementara itu, di sisi jalan, di sejumlah titik, beberapa sopir tampak istirahat menunggu antrean. Sebagian lainnya memilih berdiam di belakang kemudi.

Mereka harus sabar. Setiap kali bergerak, hanya bisa beberapa meter. Setelah itu, menunggu lagi. Dalam waktu sekitar 10-15 menit, roda truk hanya bisa bergeser belasan meter.

“Selalu capek menunggu antrean. Bisa lima jam baru sampai di penurunan sampah. Seringnya sih pulang sampai jam setengah sembilan malam,” aku John, pria asal Sumba, yang sudah jadi sopir angkut sampah sejak 2015.

Kondisi TPA Suwung juga sudah nyaris penuh. Dari posisi separuh perjalanan di jalur itu sudah terlihat tumpukan sampah yang membentuk bukit. Ya, bukit sampah. Tingginya dari tanah ada yang sudah mencapai empat meteran.

Sementara di areal bagian bawah termasuk sebagian badan jalan rawan becek dan tergenang kalau turun hujan. “Kalau pas hujan, jalan ini becek. Bahkan ada yang tergenang air kotor campur sampah,” imbuh John.

Setelah melewati jalan sepanjang sekitar 1 kilometer dengan berbagai masalahnya itu, para sopir baru bisa tiba di tempat penurunan sampah. Di lokasi ini terlihat alat berat yang selalu sibuk beroperasi mengaduk-ngaduk sampah yang baru diturunkan dari truk agar lebih tertata. Sejumlah pemulung juga meramaikannya dengan mengais-ngais di antara tumpukan sampah.


Taman ekologi

Kepala Seksi Teknik Pengelola an Sampah, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bali, Ida Bagus Krisna Jaya, menyatakan total volume sampah yang terbuang ke TPA Suwung mencapai 1.100 ton per hari. Sampah ini Sebagian besar atau 80% di antaranya disumbang Kota Denpasar. Sisanya dari Kabupaten Badung.

Sebelumnya, TPA Suwung juga diramaikan dengan sampah kiriman dari Gianyar dan Tabanan. Namun, sejak 2020, hanya Denpasar dan Badung yang diperbolehkan masuk ke sana. Dari 1.100 ton sampah, 60% berupa sampah organik, sedang 40% anorganik.

Pada 2017 lalu, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pemerintah pusat menyulap sebagian lahan TPA Suwung yang sudah dipadati timbunan sampah menjadi ecopark atau taman ekologi. Dari total kawasan seluas 32,46 hektare, 22 hektare di antaranya sudah bersalin menjadi taman yang ramah lingkungan. Pemerintah pusat menggulirkan dana Rp2 miliar untuk membangunnya.

Ecopark dibuat dengan menimbun lahan sampah sehingga jadi lahan terbuka. Sisanya yang masih termanfaatkan untuk pembuangan sampah saat ini seluas 10 hektare saja,” ujar Krisna Jaya.

Dalam satu tahun ke depan, luas lahan 10 hektare itu akan penuh dengan sampah kiriman dari Denpasar dan Badung. Padahal, jika yang dibuang residu, lokasi itu masih bisa kuat menampung hingga 9 tahun ke depan.

“Akhir tahun ini TPA Suwung akan ditutup sebagai lokasi pembuangan sampah. Sebagai gantinya, penanganan sampah akan dialihkan ke tiga tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) yang total kapasitasnya mencapai 1.200 ton per hari,” ujar Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bali, I Made Teja.

Ketiga TPST yang kini dalam proses pembangunannya itu ada di tiga lokasi, yakni di Padangsambian Kaja yang diproyeksikan mampu mengolah sampah 120 ton sampah per hari. Sementara TPST di Desa Kertalangu dan di dekat Taman Hutan Rakyat (Tahura) berkapasitas masing-masing 450 ton sampah per....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement