TRANSPARANSI selalu berbanding lurus dengan tepercaya. Keduanya ibarat dua sisi dalam satu koin uang. Dalam konteks komunikasi, keterbukaan atau transparansi akan berkontribusi pada tingkat kepercayaan yang tinggi. Dalam konteks pemilu, transparansi akan memastikan bahwa sistem perwakilan rakyat bekerja demi kepentingan publik.
Transparansi jelas menghadirkan kebaikan demi kebaikan, menghasilkan manfaat positif bagi semua pihak yang terlibat karena semuanya berlangsung nyata, jelas, dan jernih. Akan tetapi, transparansi yang sepenting itu justru dicurigai oleh sejumlah partai peserta pemilu dan orang-orang yang mereka siapkan untuk menjadi calon wakil rakyat. Transparansi di mata mereka malah dianggap sebagai barang berbahaya, ditakuti, bahkan kalau perlu disingkirkan. Bersikap transparan dianggap akan membawa keburukan, bukan kebaikan.
Hal itu terungkap setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR pada Jumat (3/11). Ketika rakyat menginginkan para calon anggota legislatif (caleg) memublikasikan biodata mereka, sebanyak 2.965 orang dari total 9.917 caleg ternyata bersikap tidak terbuka. Itu artinya sebanyak 30% caleg dari 18 partai politik nasional peserta Pemilu 2024 memilih menutup gerbang informasi tentang siapa diri mereka yang sejatinya sangat penting sebelum pemil....