'kalau aku ikut ujian, lalu ditanya tentang pahlawan | namamu ibu yang kan kusebut | paling dahulu | lantaran aku tahu | engkau ibu, dan aku anakmu'
Nukilan puisi bertajuk Ibu di atas merupakan karya legendaris sastrawan asal Sumenep–Madura, D Zawawi Imron (DZI). Bersama sajak lain seperti Zikir dan Madura, Akulah Darahmu, syair itu hampir selalu menjadi puisi wajib lomba-lomba sajak di pelbagai kota di Indonesia. Setiap peringatan Hari Ibu, sajak menggetarkan tentang sosok ibu ini senantiasa digemakan ulang. Buku-buku puisi DZI menjadi bahasan sastra nasional semenjak kemunculannya. Beberapa di antaranya yang masyhur: Celurit Emas, Lautmu Tak Habis Gelombang, Mata Badik Mata Puisi, Berlayar di Pamor Badik, dan Mengeja Bukit Mengaji Danau.
Kesetiaan berkarya yang melintas zaman mengantarkan DZI menjadi sosok yang dikenal luas. Puluhan penghargaan yang mengapresiasi kesetiaan berkarya datang menghampiri. Pada puncak Hari Puisi Indonesia (HPI) 2024 yang dihelat di Taman Ismail Marzuki Jakarta, DZI menerima anugerah Sastrawan Adiluhung, langsung dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Semenjak HPI dirayakan, DZI merupakan sastrawan ketiga yang menerima penghargaan ini, se....