Alasannya, keduanya memberikan informasi yang tidak benar, bahkan sampai merekayasa laporan keuangan. “Inti dari pasar modal adalah keterbukaan. Makanya ada kewajiban disclosure dari emiten. Audit yang baik pun hanya bisa dilakukan dengan informasi yang benar. Hasil audit merefleksikan hal yang benar. Namun, yang namanya orang curang, tetap ada peluang, entah laporan dicurangi, dibohongi, ditambah atau dikurangi, yang melakukan pemeriksaan pasti akan mengetahui,” kata Abdul Harris dalam keterangan resmi, kemarin. Dua mantan direksi AISA, Joko Mogoginta dan Budhi Istanto, didakwa merekayasa laporan keuangan dengan meningkatkan piutang enam perusahaan distributor guna mengesankan penjualan AISA meningkat sehingga secara fundamental kinerja perseroan dapat terlihat baik. Selain itu, enam perusahaan tersebut juga ternyata milik Joko pribadi, tapi dicatat sebagai entitas pihak ketiga dalam laporan keuangan pada 2016 dan 2017. Rekayasa fundamental perusahaan yang dilakukan Joko dan Budhi melambungkan harga saham perseroan hingga puncaknya mencapai harga Rp2.360 per lembar pada pertengahan 2017. Melonjaknya harga saham ini mendorong makin banyak investor ritel yang membeli saham AISA. Salah satu investor, Deny Alfianto, mengakui membeli saham AISA setelah melihat PBV (price to book value) dari laporan keuangan 2017. Total dana yang ia investasikan sejak 2018 sekitar Rp335 juta. “Sebelum investasi, saya baca laporan keuangan AISA dua tahun terakhir karena saya termasuk investor jangka panjang, bukan trader, dan saya yakin dengan bisnis AISA pada waktu itu,” ujarnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/2). Namun, tidak lama setelah ia berinvestasi, saham AISA dibekukan bursa pada Juli 2018 lantara....
Advertisement

Berita Terkait :
Advertisement
