DIREKTUR Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai kesepakatan ekspor listrik bersih dari Indonesia ke Singapura dengan kapasitas sebesar 3,4 gigawatt (GW) hingga 2035 menjadi solusi di tengah polemik power wheeling di dalam negeri. “Di tengah problem-problem itu (power wheeling), kalau ada kesepakatan dengan Singapura, otomatis ini menjadi solusi secara tidak langsung yang ada di kita. Di satu sisi kita ada masalah, di sisi lain kita ada peluang untuk menjadi market,” ujarnya.
Power wheeling merupakan mekanisme yang membolehkan swasta atau independent power producer (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung kepada masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.
Komaidi menjelaskan, dari dalam negeri, PLN masih belum bersedia untuk menyerap listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) karena harganya yang relatif mahal. Selain itu, tarif dasar listrik (TDL) telah ditentukan oleh pemerintah yang membuat PLN tidak memiliki flek....