EKONOMI

Genjot Hilirisasi Industri Berbasis SDA

Sen, 21 Feb 2022

PENGEMBANGAN industri hilir, utamanya yang mengandalkan sumber daya mineral perlu dilakukan Indonesia untuk mendapatkan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Hal itu dilakukan sejalan dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan Bank Indonesia untuk mendukung pencapaian visi Indonesia Maju 2045.

Setidaknya ada tiga alasan penting hilirisasi sumber daya mineral perlu dilakukan. Pertama, pembentukan industri hilir dinilai akan menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi, sehingga mendukung ekspor dan membuat Indonesia lebih terhubung dengan rantai nilai global.

Kedua, penciptaan industri hilir akan mengurangi ketergantungan pada impor produk manufaktur yang bernilai tambah lebih tinggi.

Ketiga, pengembangan industri dengan nilai tambah yang lebih tinggi akan membentuk keterkaitan dalam negeri dengan industri pendukung sehingga mencapai pertumbuhan yang lebih inklusif. Ketiga alasan utama tersebut, menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, mendasari kebijakan ekspor bahan baku yang telah dilaksanakan pemerintah sejak tahun 2020.

“Ke depan, hilirisasi sumber daya mineral juga akan menguntungkan transisi menuju ekonomi yang lebih hijau, mengingat produk industri hilir seperti nikel menjadi input utama bagi perekonomian, produk yang mendukung transisi hijau,” jelas Dodi dalam side event G-20: Seminar on Recover Stronger bertema Shifting Toward Higher Value-Added Industries, Senin (14/2).

Agenda hilirisasi sumber daya mineral akan terus dikedepankan lantaran potensinya yang besar. Beberapa potensi tersebut antara lain sumbangan Indonesia yang besar, komitmen kuat pemerintah dengan memberikan insentif dalam jumlah besar, dan potensi permintaan produk industri hilir, mulai dari electric vehicle (EV) hingga produk green energy.

Namun, selain potensi hilirisasi sumber daya mineral yang besar, terdapat sejumlah tantangan ke depan. Dody mengatakan, dampak konsumsi rumah tangga pada masa transisi perlu dicermati lebih lanjut dan dimitigasi. Selain itu, nilai tambah yang dihasilkan dari tahap peleburan perlu dioptimalkan, sedangkan industri hilirnya belum banyak berkembang.

“Pengelolaan sampah juga menjadi tantangan, mengingat cara penyimpanan atau pembuangan sampah memerlukan biaya yang lebih tinggi. Apalagi penerapan standar industri hijau untuk industri hilir belum tersedia. Masalah-masalah ini perlu diselesaikan bersama de ngan niat baik, pikiran jernih, tindakan yang terkalibrasi dan sinergi yang kuat,” ujarnya.

Bank Indonesia, imbuh Dody, berkomitmen mendukung program pemerintah dalam mengembangkan sektor manufaktur dan industri hilir. Bersama pemerintah, telah dibuat pemetaan rinci semua subsektor manufaktur. Itu kemudian di lanjutkan dengan komunikasi kepada lembaga keuangan mengenai potensi subsektor tersebut sehingga meminimalkan informasi asimetris antara sektor riil dan sektor keuangan.


undefinedAktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial
(VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. ANTARA/JOJON
Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement