EKONOMI

Industri Angkutan Penyeberangan Dipenuhi Ekonomi Biaya Tinggi

Kam, 12 Sep 2024

GABUNGAN Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menilai usaha angkutan penyeberangan di Tanah Air masih banyak persoalan yang mengakibatkan usaha itu tak efisien.

“Permasalahan tersebut mengakibatkan inefisiensi sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang akan merugikan seluruh pemangku kepentingan, utamanya pengguna jasa,” terang Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo dalam Rakernas Gapasdap Tahun 2024 di Sleman, Yogyakarta, kemarin.

Permasalahan itu, rincinya, terkait dengan kepengusahaan, keselamatan, hingga kebijakan-kebijakan pemerintah yang kontraproduktif terhadap terciptanya iklim usaha yang kondusif.

Ia memaparkan, biaya logistik di Indonesia sekitar 14,3% dari PDB (data tahun 2023). Sementara itu, Logistic Performance Index memiliki skor 3,0 sehingga menempatkan Indonesia di urutan 61 dunia dan urutan ke-6 di ASEAN.

“Bahkan, beberapa sumber data lain menyebut biaya logistik kita sampai 26%, sebuah angka yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya,” terang dia.

Khoiri menyebut beberapa hal yang menjadi sumber inefisiensi dan juga biaya tinggi angkutan penyeberangan. Pertama, kurangnya infrastruktur dermaga di beberapa lintas penyeberangan komersial strategis.

“Saat ini, jumlah dermaga yang tersedia tidak mampu menampung jumlah kapal yang mendapatkan izin operasi di lintasan tersebut,” kata dia.

Bahkan, ia mencatat satu unit kapal hanya bisa beroperasi rata-rata 30% tiap bulannya. Padahal, dalam perhitungan biaya pokok angkutan penyeberangan, setiap 10% penurunan hari operasi kapal, tarif harus naik 8% secara otomatis.

Kedua, adanya biaya tinggi pada sektor angkutan penyeberangan. Tingginya biaya itu utamanya menyangkut sertifikasi untuk memenuhi aturan yang berlaku.

“Selain ketidakefisien akibat kurangnya dermaga, faktor lain yang menyebabkan biaya tinggi adalah kebijakan-kebijakan highly regulated angkutan penyeberangan. Biaya itu misalnya tingginya bunga kredit dari perbankan untuk industri maritim dan tingginya biaya PNBP. Begitu juga aturan perpajakan yang sangat membebani sektor angkutan penyeberangan,” terang dia.

Masalah berikutnya ialah masih terjadinya pelanggaran terhadap standar keselamatan transportasi penyeberangan.

Muatan over dimension over load (ODOL) dan muatan berbahaya masih bisa masuk kapal. Dalam kesempatan itu, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono berharap operator angkutan laut harus bisa beroperasi pada level keekonomian.

Pasalnya, jika moda transportasi beroperasi di bawah level keekonomian, ia yakin akan ada yang dikorbankan, misalnya faktor keselamatan.

“Perlu direviu kembali skala keekonomiannya, termasuk kepadatan penumpang. Kalau tidak dijaga, itu akan mengakibatkan ekonomi biaya....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement