OPINI

Katakan dengan Masker

Min, 18 Jun 2023

PEKAN lalu, pemerintah melalui Satgas Covid-19 resmi mencabut aturan penggunaan masker dalam perjalanan. Artinya, melalui surat edaran terbaru mengenai protokol kesehatan yang berlaku pada masa transisi pandemi menjadi endemi di Indonesia, masyarakat tidak lagi diwajibkan memakai atribut tersebut ketika berada dalam transportasi umum, seperti bus, kereta api, dan pesawat terbang. Aturan yang mulai berlaku 9 Juni 2023 hingga batas yang belum ditentukan itu juga berlaku di terminal, stasiun, dan bandara.

Namun, selang dua hari setelah pengumuman itu, saya menyaksikan perdebatan mengenai aturan tersebut di sebuah gerbong KRL. Satpam yang bertugas di salah satu rangkaian commuter line itu menegur seorang anak muda yang kedapatan tidak memakai masker. Si anak muda berpegang pada aturan baru tersebut, tetapi si satpam keukeuh menyuruh dia memakainya. Si anak muda menurut. Persoalan pun selesai. Itu hanya masalah sosialisasi. Si satpam rupanya belum tahu adanya peraturan baru dan berdalih hanya menjalankan tugas.

Peristiwa itu mengingatkan saya pada kasus tewasnya seorang satpam sebuah supermarket di Michigan, Amerika Serikat, sekitar tiga tahun lalu, yang ditembak seorang pengunjung hanya lantaran persoalan sepele itu. Di negara-negara Barat, terutama AS, masker oleh sebagian besar orang dianggap mengekang kebebasan individu. Ketika badai covid-19 sedang ganas-ganasnya, atribut itu bahkan jadi simbol politik identitas antara simpatisan Partai Republik dan Demokrat. Yang satu emoh pakai masker, sementara yang lain patuh pada protokol kesehatan. Tidak jarang perbedaan prinsip itu berujung p....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement