Riset kami mengenai objek pemajuan kebudayaan (OPK) pada masyarakat Gowa Tenggara, Sulawesi Selatan, berakhir di Desa Rappoala, Dusun Garentong. Durasi yang ditempuh untuk sampai di lokasi itu lebih dari 30 menit dari ibu kota Kecamatan Tompobulu. Kami mengobrol dengan Kepala Dusun Garentong, Tajuddin. Ia mengatakan terdapat beberapa pangadakkang (adat-istiadat) di wilayahnya dan yang paling umum diketahui ialah balla batarayya dan kalengkere.
Balla’ batarayya atau rumah batara dipercaya sebagai tempat pertama kalinya turunnya tumanurung (makhluk dari khayangan) yang disebut dengan Batara Gowa. Batara dapat juga dimaknai sebagai Tuhan dalam kebudayaan Makassar. Kehadirannya di atas bukit tersebut ditandai dengan adanya dua batu besar yang dipercaya sebagai sepasang tumanurung dan hanya sosok perempuannya yang diketahui namanya, yaitu Nasiah Karaeng Bau (Sejarah Tompobulu, 2008).
Menurut tuturan Tajuddin, hampir setiap pekan lokasi itu dihadiri oleh warga yang berasal dari berbagai daerah. Sebagian dari mereka ialah keturunan rumpun dari Batara Gowa dan sebagian lain datang karena sedang berhajat. Warga biasanya melepas hewan sebagai simbol. Oleh karena itu, di sekitar kawasan tersebut banyak ayam dan kambing berkeliaran.