Ada perbedaan perlakuan bagi narapidana misalnya di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, narapidana kasus korupsi mendapat perlakuan khusus seperti kamar sendiri. Bagaimana Kontras melihat masalah ini?
Secara umum ada masalah sistemik di LP seperti overcrowded, tidak adanya konseling dan biaya hidup sehari-hari untuk para tahanan yang terbatas. Di sisi lain, ada isu kesenjangan antar-LP. Kalau kita bandingkan LP lain seperti Bagan Siapi-api (Sumatra Utara) dengan LP Sukamiskin (Jawa Barat) berbeda sekali. Satu mengalami kelebihan jumlah narapidana sampai 800%, sedangkan di Sukamiskin ada isu perlakuan khusus. Adanya dugaan konflik kepentingan (conflict of interest) di Sukamiskin. Di sejumlah pemberitaan, para narapidana (napi) koruptor yang saat ini menjalani hukuman di Sukamiskin mendapatkan fasilitas yang tidak dimiliki narapidana di LP lain.
Perbedaan itu diduga disebabkan adanya budaya euweuh pakeweuh di kalangan petugas lapas pada narapidana yang berasal dari kalangan elite. Pembenahan seperti apa yang harusnya didorong?
Tidak boleh ada justifikasi seperti itu. Karena status semua di mata hukum sama. Hal yang bisa dilakukan, di LP perlu ramah dan jangan tidak manusia. Sekarang Komisi Nasional HAM dan 4 lembaga lain sedang menyusun inisiatif membuat Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP).
Salah satu tujuannya untuk mengontrol tempat-tempat penahanan dan petugas memiliki pemahaman yang sama terhadap tugas dan fungsinya, khususnya memberikan perlakuan yang benar sesuai norma dan standar hak asasi manusia kepada warga binaan di LP. Ini bisa juga untuk memantau situasi keseluruhan LP. Kementerian Hukum dan HAM bisa menegur atau membuat aturan tersendiri untuk memberikan sanksi tegas terhadap petugas LP yang bersikap tidak enak pada narapidana koruptor. Seharusnya ada kontrol yang jelas. Kalau itu tidak dilakukan, Dirjen PAS sampai Kementerian Hukum dan HAM turut melanggengkan budaya mengistimewakan tahanan dengan kasus korupsi.
Kebijakan dari Komn....