KOMISI Nasional (Komnas) Antikekerasan terhadap Perempuan menginginkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tetap mengandung semangat antikekerasan seksual. Pembahasan bakal beleid tersebut di DPR jangan sampai memperlemahnya.
Untuk itu, Komnas Perempuan turut menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS bersamaan dengan pemerintah yang juga tengah merampungkan DIM untuk kemudian dibahas dengan DPR.
“Kami belum mendapatkan undangan konsultasi RUU TPKS dari DPR. Namun, kami akan mengirimkan DIM terpisah,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada Media Indonesia, kemarin.
Andy mengatakan, tekad Komnas Perempuan untuk mengawal ketat RUU TPKS disebabkan pada tahap sebelumnya, RUU TPKS mulai melenceng dari tujuan pembentukannya.
“Salah satu indikasinya ada di jumlah cakupan jenis kekerasan seksual yang semakin berkurang (dari sembilan dan saat ini tersisa empat),” ungkapnya.
Andy mengatakan pihaknya sedang memfinalisasi DIM yang nantinya akan diserahkan kepada DPR. Secara umum, DIM tersebut berisikan poin-poin sesuai semangat awal RUU ini diinisiasi oleh masyarakat.
“Itu seperti tentang cakupan jenis kekerasan seksualnya, terkait terobosan hukum acara pidana, juga soal pemulihan korban dan pencegahan, serta mandat bagi lembaga independen sebagai pengawas,” paparnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej menargetkan penyusunan DIM RUU TPKS di pihak pemerintah rampung dalam pekan ini. Meski begitu, Edward belum mengetahui kapan rapat pembahasan RUU TPKS digelar.
“Kita tunggu surat persiden (surpres), kemudian kita serahkan ke DPR. DPR yang menentukan kapan pembahasan,” jelasnya.
Penanganan siber
Ketua Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan Siti Aminah berharap subtansi penanganan kasus kekerasan seksual berbasis siber lebih terakomodasi dalam bakal beleid tersebut. Elemen yang belum diatur mencakup penanganan kasus seperti mengunggah konten tanpa persetujuan atau untuk intimidasi.
Siti mengatakan kasus kekerasan seksual di dunia siber beragam. RUU TPKS perlu menambahkan beragam subtansi penanganan kasus kekerasan seksual berbasis siber seiring dengan perkembangan teknologi.
“Karena kan perkembangan kekerasan siber itu kenaikannya luar biasa. Lonjakannya juga terjadi tahun kemarin (2021),” ucap Siti.
RUU TPKS semestinya juga mencakup tindak pidana rekayasa pornografi atau morphing. Contohnya, penggunaan aplikasi deep fake dengan mengganti kepala korban ke gambar atau video dan mengunggahnya ke situs web pornografi.
Fenomena itu seperti kasus rekayasa digital video syur 61 detik yang disebut mirip aktris Nagita Slavina (Gigi). “Wajah seseorang yang dipotong dan ditempelkan dalam gambar atau video porno akan dirugikan karena seakan-akan ia melakukan aktivitas seksual yang mengakibatkan rusaknya reputasi seseorang,” uj....
- Home
- Category
- POLKAM
- FOKUS
- EKONOMI
- MEGAPOLITAN
- OPINI
- SUARA ANDA
- NUSANTARA
- HUMANIORA
- INTERNASIONAL
- OLAHRAGA
- SELEBRITAS
- EDITORIAL
- PODIUM
- SELA
- EKONOMI DIGITAL
- PROPERTI
- KESEHATAN
- OTOMOTIF
- PUNGGAWA BUMI
- BELANJA
- JENDELA BUKU
- WAWANCARA
- TIFA
- PESONA
- MUDA
- IKON
- MEDIA ANAK
- TRAVELISTA
- KULINER
- CERPEN
- HIBURAN
- INTERMEZZO
- WEEKEND
- SEPAK BOLA
- KOLOM PAKAR
- GARDA NIRBAYA
- BULAKSUMUR
- ICON
- REKA CIPTA ITB
- SETARA BERDAYA
- EDSUS HUT RI
- EDSUS 2 TAHUN JOKOWI-AMIN
- UMKM GO DIGITAL
- TEKNOPOLIS
- EDSUS 3 TAHUN JOKOWI-AMIN
- PROMINEN
- E-Paper
- Subscription History
- Interests
- About Us
- Contact
- LightDark
© Copyright 2020
Media Indonesia Mobile & Apps.
All Rights Reserved.