NUSANTARA

Konsumen Kelas Atas Jadi Pelanggan Produk Pangan Berbahan Orean

Rab, 15 Jun 2022

SORGUM di tangan kreatif mampu menjadi produk olahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Salah satunya Nurida Asmawati, warga Dusun Kalikacang, Desa Sidorejo, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, sejak 2009 hingga saat ini mampu memproduksi belasan pangan olahan berbahan dasar sorgum.

Kreativitas Ida, panggilan akrab Nurida, mampu menghantarkannya mendapatkan penghargaan dari berbagai instansi dari tingkat Kabupaten Lamongan hingga level Provinsi Jawa Timur.

Bahkan, dari sorgum, mantan guru itu bisa mengikuti Musiad Expo, sebuah pameran dagang dan produk UMKM selama sepekan di Turki pada 2020. “Saat pameran di sana, ada peminat, tapi saya enggak lanjutkan komunikasi. Entahlah waktu itu saya bingung harus mulai dari mana,” kata Ida.

Ia kemudian bercerita awal mulai merintis usahanya. Sebagai anak petani, sejak kecil ia sehari- hari bergulat dengan sorgum. Sebagaimana padi dan jagung, sorgum juga menjadi salah satu tanaman pangan yang dibudidayakan di kampungnya.

Bahkan, Desa Sidorejo merupakan satusatunya desa di Kecamatan Sugio yang menghasilkan sorgum. Potensi demikian dimanfaatkan orangtuanya untuk nyambi menjadi pengepul sorgum.

Saat itu, sekitar medio 2009, Ida memanfaatkan serbuk biji sorgum untuk media tanam jamur tiram putih dan jamur tersebut berkembang hidup hingga sekarang. Selanjutnya pada 2011, keluarganya melakukan kerja sama dengan pembuat pakan ternak dari Kabupaten Gresik.

“Produksi pangan melimpah, saya kemudian terkulik hati dan pikiran, masak enggak bisa dimakan, hanya buat pakan ternak. Terus berpikir bagaimana caranya supaya bisa dan layak dimakan manusia,” tambahnya.

Dengan berbekal pengalaman membuat roti, pada tahun itu kemudian jadi awal baginya banyak bereksperimen dengan biji sorgum. Agar bisa diproses jadi makanan siap saji, biji sorgum terlebih dahulu harus dikupas dengan mesin sosoh (pengupas).

Awal memproduksi makanan berbahan baku centhel alias orean (orang Jawa menyebut demikian) disebabkan bahan pangan melimpah dengan harga murah.

“Saya berpikir kalau dibuat makanan, akan meningkatkan nilai tambah bagi petani,” jelasnya.

Mula-mula Ida membuat roti bakery (2011), selanjutnya tepung rengginang (2017), madu mongso (kudapan mirip jenang/dodol) dan kue kering (2019).

Pada 2020, membuat kecap, mi kering, dan sus kering. Pada 2021, ia membuat roti tawar dan pada 2022 krupuk serta wingko crepes. Mesin pengupas itu menjadi kendala produksi.

Karena untuk mengupas kulit, ia harus ke Kecamatan Babat dan tidak jarang harus keluar kota hingga ke Kabupaten Jombang.

Dibantu tujuh orang pekerja, Ida terus berkreasi hingga akhirnya tercipta belasan makanan berbahan utama sorgum seperti di atas. Meski makanan itu hanya diminati kalangan tertentu dan yang membutuhkan manfaatnya, Ida tidak khawatri pelanggannya akan berkurang.

Itu karena semua produk punya penggemar masing-masing. Karena itu, dia memiliki target pasar tersendiri, yakni konsumen kalangan menengah ke atas yang autoimun celiac disease (alergi terigu/gluten). Selain itu, untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan penyintas diabetes, termasuk pelaku diet dan hidup sehat yang banyak peminat kue sus kering, juga mi instan. Dari hasil kerja kerasnya tersebut, makanan olahannya banyak diminati onsumen dari berbagai daerah melalui penjualan secara online.

Konsumennya dari Jakarta, Bandung, Bekasi, Depok, Semarang, Yogyakarta, Bali, dan Batam. Tidak terkecuali dari kabupaten sekitar Lamongan, Tuban, Bojonegoro, dan Gresik.


Tidak terkendala bahan baku

Bahan baku tidak menjadi kendala berarti bagi pelaku UMKM jenis ini. Jika tanaman warga setempat mengalami gagal panen akibat serangan hama ataupun penyakit, dia membeli bahan baku dari Babat, Jombang, hingga Yogyakarta.

Berkat kerja kerasnya, sejumlah penghargaan diperoleh, baik itu di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi. Pada 2021, ia berhasil menjadi juara 1 UKM berprestasi wirausaha berorientasi ecogreen di Grand City, Surabaya.

Juara 3 manifes di Universitas Negeri Jember (UNEJ) 2019 dan juara harapan 1 IPB di UISI Gresik 2018. Ida juga mengharapkan sentuhan pembinaan dari pemerintah dengan diberikannya hibah berupa seperangkat mesin sosoh, penepung, pengayak, dan ekstrudat karena biaya operasional sorgum sangat tinggi. Jika hal ini terpenuhi, penyerapan bahan baku dar petani bisa lebih banyak dan otomatis meningkatkan kesejahteraan petani.

Dalam jangka panjang, sebagai mantan guru, Ida juga memimpikan terwujudnya wahana wisata edukasi sorgum. Di lokasi tersebut, para pengunjung, terutama anak peserta didik, bisa mendapatkan informasi berbagai jenis/varietas sorgum yang jumlahnya cukup variatif.

Varietas sorgum dari putih, merah, cokelat, ungu, hitam, dan merah kehitaman bisa diketahui para pengunjug wisata edukasi. Di wahana edikasi itu, para pengunjung juga bakal mendapat pelajaran cara menanam, memanen, dan ....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement