NUSANTARA

Kue Lopis Raksasa Hiasi Syawalan di Pekalongan

Sel, 08 Apr 2025

SENIN (7/4) pagi ribuan warga berduyun-duyun berdatangan di Krapyak, Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka berdesakan dengan satu tujuan yang sama yakni menyaksikan dan mengikuti ritual pemotongan kue lopis raksasa pada tradisi syawalan yang telah berlangsung sejak 1956 dengan harapan ikut mendapatkan bagian meskipun hanya secuil.

Tradisi syawalan tahun ini semakin istimewa lantaran kue lopis raksasa tahun ini berukuran lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yang dibuat oleh warga Krapyak dengan berat 2.041 kilogram, diameter 250 sentimeter, dan tinggi 235 sentimeter.

Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid kembali didaulat untuk memotong potongan pertama kue raksasa tersebut.

“Banyak warga sekitar yang menjual lopis sepanjang jalan menuju ke sini, namun mendapatkan potongan lopis raksasa ini terasa berbeda, sehingga kami rela antre dan menunggu pembagian,” ujar Khasanah, 45, warga Kota Semarang yang khusus datang ke Pekalongan untuk mengikuti ritual syawalan di Kota Pekalongan.

Hal serupa juga diungkapkan Amri, 50, warga Pemalang yang mengaku datang bersama rombongan menggunakan bus, sengaja datang untuk mengikuti ritual syawalan di Kota Pekalongan agar mendapatkan bagian lopis raksasa.

“Kami datang dari subuh agar tidak terlalu padat, tapi sampai sini sudah mulai penuh orang berdesakan,” imbuhnya.

Jika di Pekalongan ada kue lopis raksasa, di Kabupaten Klaten, tradisi syawalan dimeriahkan dengan gunungan ketupat. Tradisi bakda ketupat dihadiri oleh Bupati Hamenang Wajar Ismoyo beserta istri, Ketua DPRD Edy Sasongko, Forkopimda, dan jajaran Kepala OPD Pemkab Klaten.

Tradisi Syawalan 1446 H di Bukit Sidogura, Desa Krakitan, Bayat, Klaten, dirangkai dengan kirab 23 gunungan ketupat dan seribu porsi ketupat siap saji untuk pengunjung.

Gelar tradisi syawalan tahun ini, menurut Kepala Disbudporapar Klaten Sri Nugroho, memiliki tema Ngapura ing dina riyaya pinangka wujud rasa handarbeni budaya bangsa.

“Tujuan gelar gerebeg ketupat syawalan ini untuk melestarikan tradisi budaya Jawa warisan leluhur, serta sebagai sarana silaturahmi dan untuk saling memaafkan,” katanya.

Di sisi lain, tradisi gerebeg syawalan diadakan di Bukit Sidogura juga untuk menggerakkan sektor pariwisata, budaya, dan meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Klaten.

Sementara itu, Bupati Klaten Hamenang Wajar Ismoyo berharap ke depan tradisi syawalan di objek wisata ini tetap dilestarikan. Gelar gerebeg syawalan tidak sekadar berebut ketupat, tapi bagaimana ....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement