WEEKEND

Melestarikan Sandeq, Merawat Tradisi Mandar

Min, 02 Okt 2022


TAKKALAI disombalan dotai lele ruppu nadai lele tuwali (Sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai). Tania tau passobal moaq mappelinoi, lembong ditia mepadzottong lawuang (Bukanlah seorang pelaut jika menanti redanya ombak karena justru ombaklah mengantar kita mencapai tujuan). Adagium-adagium Pelaut Mandar yang menggambarkan keperkasaan dan kewiraan itu menjadi penyemangat para nelayan, punggawa, dan nakhoda kapal untuk terus ajek, kukuh, mengarungi lautan luas untuk merengkuh penghidupan dan meneguhkan kehidupan. Sejauh-jauh mereka berlayar, pada akhirnya akan kembali jua ke pelabuhan.


Kita kerap mendengar kedigdayaan para pelaut Nusantara mengarungi samudra di masa lalu. Nelayan yang melaut untuk mencari ikan atau punggawa yang membawa barang-barang dagangan. Berbekal keterampilan dan pengalaman mengendalikan perahu layar tanpa mesin, para posasiq (orang yang bekerja di laut) itu tetap harus waspada karena nyawa taruhannya. Jika bicara kesatria laut, orang Mandar memang biangnya.


Ahli Bugis dari Prancis, Christian Pelras, pernah mengatakan bahwa orang Bugis bukanlah pelaut ulung seperti banyak dikatakan orang selama ini. Orang Bugis ialah pedagang, sedangkan laut dan ka....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement