INDEKS persepsi korupsi (IPK) terkini, baru saja diluncurkan Transparansi Internasional Indonesia (TII). Hasilnya amat buruk. Indonesia mengalami kejatuhan terburuk dalam 20 tahun terakhir. Menurun dari poin 40 menjadi 37 dan menggeser peringkat Indonesia yang semula peringkat 85 menjadi peringkat 102. Hasil ini menjauh dari nilai 45 sebagai nilai rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik dan juga dari nilai 43 yang merupakan nilai rata-rata perhitungan global.
Mengkhawatirkan tentu saja. Oleh karena itu, ini merupakan penurunan tertinggi Indonesia jika diukur dalam transisi demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia, khususnya pasca-Presiden Habibie. Sejak zaman Presiden Abdurrahman Wahid, angka Indonesia terus mengalami kenaikan meski tipis, kecuali sekali di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sempat menurun 1 poin (2006-2007), lalu kemudian menaik kembali dengan lonjakan 3 poin pada 2008. Sederhananya, ini kali pertama Indonesia mengalami anjlok langsung 3 poin.
Artinya, jika dibandingkan dengan per rezim kepemimpinan awal hingga berakhirnya, sejak Presiden Abdurrahman Wahid dalam dua tahun melonjak 2 poin (17 ke 19). Tiga tahun Presiden Megawati Soekarnoputri stagnan di poin 19 hingga berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masa Presiden SBY melonjak 12 poin dalam kurun 10 tahun (20 ke 32). Sementara itu, Presiden Jokowi di tahun ke-6 hanya mengalami kenaikan 3 poin (34 ke 37). Artinya, dari data tersebut, mudah untuk mengatakan, makin menumpuklah pekerjaan rumah yang telah terbengkalai dan harus segera mungkin dikerjakan. Dengan asumsi bahwa Indonesia merasa IPK ini penting, pertanyaannya ialah apa saja peke....