SAYA beroleh undangan kembali dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara untuk berbicara terkait silang pendapat masuknya Islam di Indonesia pada 5 Oktober 2022. Ini kedua kalinya saya berdiskusi di FIB Universitas Sumatera Utara (USU). “Saya akan mengisi diskusi publik di Bangi, Kuala Lumpur.” Itulah kalimat yang meluncur dari guru besar Azyumardi Azra kepada saya sewaktu bertemu di konter penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta sebelum berangkat ke Kuala Lumpur, Jumat (16/9).
Sejarawan Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta ini mendalami perkembangan Islam dan politik Islam sejak lama. Bahkan disertasi doktoralnya, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, menjadi acuan bacaan babon mengenai jejaring intelektual Islam di masa abad ke-19. Buku ini tidak saja membahas jejaring intelektual para scholar Islam tradisional Nusantara yang mempunyai relasi keagamaan dengan pemikir Islam atau para guru Islam yang tinggi pengetahuannya sekaligus sebagai ulama besar berpengaruh di Timur Tengah, tetapi juga perkembangan Islam di Asia Tenggara.
Bagi sarjana Indonesia, terutama di lingkaran akademik-perguruan tinggi, tidak banyak yang menekuni Asia Tenggara. Apalagi Asia Tenggara, para akademik Indonesia juga tidak banyak mempelajari Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei, Laos, Vietnam, dan Kamboja sebagai kajian wilayah. Kebanyakan para scholar Indonesia, jika menulis tesis, disertasi, atau tulisan lainnya, lebih besar membahas berbagai tema di negerinya sendiri. Tersebab itu, scholar ....