PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025. Hanya, reaksi yang menonjol tidak diarahkan untuk membahas substansi dan ide yang disampaikan dalam putusan MK tentang format keserentakan pemilu. Hanya berselang sepekan dari MK membacakan putusan, DPR justru merespons akan melakukan revisi terhadap UU MK.
Yang lebih mengejutkan lagi, materi revisi justru mengutak-atik lagi periodesasi masa jabatan hakim MK. Materi yang 'baru saja' pada 2020 lalu direvisi oleh DPR dan presiden. Tanpa bermaksud untuk menimbulkan tendensi kepada DPR, mahfum bagi banyak orang, ini adalah bentuk 'garukan' DPR terhadap MK. Beberapa partai politik di DPR berang karena MK memutus format keserentakan pemilu yang tidak sesuai dengan selera DPR.
Kalau membuka kembali gagasan hukum responsif yang dikembangkan oleh Philipe Nonet dan Philip Selznick dalam buku Law and Sciety in Transition: Toward Responsie Law, hukum mestinya dibentuk sebagai respons atas kebutuhan aktual dan sosial masyarakat. Bukan reaksi kemarahan atas lembaga peradilan yang putusannya dianggap tidak meguntungkan sebagian kelompok yang ada di lembaga legislasi. Hukum tidak boleh menjadi alat represi dari pemegang kekuasaan. Hukum mesti menjawab konteks sosial yang berubah. Orientasi terhadap pemecahan masalah ialah fondasi penting bagi ....