SATUAN Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menghadapi tantangan besar untuk merealisasikan target produksi 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (bscfd) hingga 2030.
Hal itu karena untuk mewujudkan target tersebut diperlukan investasi baru hingga US$26 miliar atau setara Rp389 triliun. “Untuk mengejar ini, tentu tidak bisa dengan cara yang biasa-biasa saja, hanya kekejar US$10 miliar hingga US$14 miliar. Tidak akan tercapai target 2030 itu dengan cara biasa-biasa saja,” papar Pelaksana tugas (Plt) Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal dalam sharing session SKK Migas di Tangerang, Banten, Selasa (19/7).
Kemal menuturkan, investasi migas sangat dinamis. Saat ini investasi sektor tersebut masih stagnan karena berbagai alasan, antara lain tidak semua perbankan mau memberikan pinjaman pada proyek migas.
Kemudian, dalam pertemuan bersama kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) diketahui bahwa mereka belum mau menaikkan kapasitas volume minyak karena harga minyak yang tersungkur. “Investasi kita semakin sulit daya saing. Kemudian, pada saat pandemi berlangsung terjadi penurunan demand migas,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Kepala SKK Migas Luky Agung Yusgiantoro mengungkapkan pihaknya akan menjemput bola investasi dengan berbagai cara, seperti menggencarkan roadshow ke perusahaan migas di luar negeri. “Soal strategi, dari SKK Migas terus upayakan mengundang investasi dengan cara memperbaiki kebijakan insentif, kemudian roadshow,” ucapnya.
Menurut Luky, selain The Seven Sisters atau perusahaan minyak terkemuka yang terdiri atas Exxon, Royal Ducth/Shell, British Petroleum (BP), Mobil, Chevron, Gulf oil, dan Texaco, SKK Migas mengincar investasi ke perusahaan national oil company (NOC) lainnya. “Dulu dikuasai Seven Sisters, sekarang 70% resources and research minyak di dunia itu dikuasai national oil company (NOC). Ada tujuh NOC, seperti Rosneft dari Rusia,” ungkap Lucky.
Ekonomi Indonesia pun diyakini masih kuat dan terjaga di tengah ancaman resesi. Hal itu didukung oleh potensi sumber daya alam yang melimpah, salah satunya dari migas. Hingga Juni 2022, penerimaan negara hulu migas mencapai US$9,7 miliar atau lebih dari Rp140 triliun.
“Indonesia beruntung masih kaya dengan sumber daya alam, masih ada oil and gas yang melimpah. Kita harus melakukan strategi menarik agar investor masuk ke dalam negeri,” kata dia.
- Home
- Category
- POLKAM
- FOKUS
- EKONOMI
- MEGAPOLITAN
- OPINI
- SUARA ANDA
- NUSANTARA
- HUMANIORA
- INTERNASIONAL
- OLAHRAGA
- SELEBRITAS
- EDITORIAL
- PODIUM
- SELA
- EKONOMI DIGITAL
- PROPERTI
- KESEHATAN
- OTOMOTIF
- PUNGGAWA BUMI
- BELANJA
- JENDELA BUKU
- WAWANCARA
- TIFA
- PESONA
- MUDA
- IKON
- MEDIA ANAK
- TRAVELISTA
- KULINER
- CERPEN
- HIBURAN
- INTERMEZZO
- WEEKEND
- SEPAK BOLA
- KOLOM PAKAR
- GARDA NIRBAYA
- BULAKSUMUR
- ICON
- REKA CIPTA ITB
- SETARA BERDAYA
- EDSUS HUT RI
- EDSUS 2 TAHUN JOKOWI-AMIN
- UMKM GO DIGITAL
- TEKNOPOLIS
- EDSUS 3 TAHUN JOKOWI-AMIN
- PROMINEN
- E-Paper
- Subscription History
- Interests
- About Us
- Contact
- LightDark
© Copyright 2020
Media Indonesia Mobile & Apps.
All Rights Reserved.