DALAM buku Tractatus Logico Philosophicus, Ludwig Wittgenstein menulis, “Tentang apa yang tidak dapat kita bicarakan, kita harus berdiam diri.” Namun, di dunia Chairil Anwar, keheningan justru dilawan dengan kata-kata. Puisi lahir dari keterdesakan untuk berbicara saat dunia membisu.
Di tengah krisis literasi, menulis menjadi bentuk perlawanan sunyi, menjaga kemanusiaan dalam bahasa yang kian kehilangan makna di ruang pendidikan formal. Di sebuah kelas di Aceh, seorang siswa membacakan puisinya tentang ibu, gempa, dan harapan menjadi guru—dengan kejujuran yang menyentuh. Puisinya akan diterbitkan, bukti bahwa literasi masih bisa menemukan ruang untuk bertumbuh.
Di saat yang sama, di banyak sekolah lain di negeri ini, siswa masih sibuk menyalin kalimat di papan tulis. Buku yang mereka kenal hanyalah LKS, dan menulis berarti menyalin dan menjawab soal. Membaca? Kadang hanya tugas. Di negeri yang merayakan Hari Puisi Nasional, banyak ana....