HUMANIORA

Menjauhi Covid-19 Malah Kena Demam Berdarah

Kam, 15 Apr 2021

SELAMA pandemi covid- 19 berlangsung setahun terakhir, Hanum, 39, lebih banyak berada di rumah dalam melakukan aktivitasnya. Apalagi perusahaan tempatnya bekerja 100% menerapkan sistem kerja dari rumah (work from home).

Di benaknya, berada di rumah adalah tempat yang paling aman ketika pandemi masih berlangsung. Anggapan itu bertahan sampai suatu ketika dia harus dirawat selama enam hari karena terkena penyakit demam berdarah pada 28 Maret 2021.

“Ternyata di rumah saja belum tentu aman,” ucap Hanum, Rabu (14/4).

Saat itu ia mengalami demam 38 derajat Celsius, mual, sakit kepala yang menusuk, dan nyeri sendi serta tulang di seluruh badan. Sedihnya lagi, dua buah hatinya, Rizqy, 8, dan Alfarih, 3, juga didiagnosis demam berdarah. Dokter mengatakan Hanum dan kedua anaknya harus dirawat untuk diobservasi penurunan trombositnya.

“Awalnya saya sudah parno banget kena covid-19 karena kita bertiga demamnya bareng. Tapi dokter IGD yang memeriksa saya memastikan bahwa itu adalah demam berdarah,” tutur Hanum.

Hasil tes Ns1 (nonstruktural protein 1) lewat sampel darah Hanum di laboratorium RS menegaskan diagnosis awal sang dokter. Tes Ns1 yang mampu mendeteksi keberadaan virus dengue menyatakan positif. Virus ini masuk ke tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Di hari kedua demam, trombosit masih berada di angka 214.000, cukup aman karena normalnya berada di kisaran 150.000-450.000 per mikroliter darah. Namun, keesokan harinya, trombosit Hanum turun ke angka 106.000 dan bahkan jatuh lebih rendah lagi di angka 58.000 saja.

“Padahal cairan infus, minum air lebih dari 1 liter sehari, dan jus jambu tak pernah putus. Itu terjadi pada hari ke-4 demam,” terangnya.

Dokter yang merawat Hanum menyampaikan fase kritis pasien demam berdarah berlangsung di hari ke-5 dan 6. Pada fase ini, kata dokter, pasien demam berdarah rentan mengalami pendarahan karena saat itu memang pembuluh darahnya sedang bocor akibat serangan virus sehingga terus menerus mengeluarkan sel keping darah atau trombosit.

Karena itu, ia diminta untuk berhati-hati saat menggosok gigi atau saat membersihkan hidung agar tidak keluar darah. Namun, Hanum menyampaikan saat itu ia juga sedang dalam kondisi haid. Jadi, pendarahan tetap saja terjadi.

Situasi kompleks ini memaksa sang dokter merujuknya ke dokter spesialis kandungan agar diresepkan obat untuk menghentikan dulu haidnya sampai trombosit naik. Cara ini berhasil membuat trombosit naik pelan-pelan. Awalnya trombosit bertambah 1.000 menjadi 59.000 lalu keesokan harinya (hari ke-6 demam) menjadi 61.000.

“Dokter menyatakan saya bisa pulang karena sudah ada tren kenaikan trombosit. Artinya, fase kritis sudah lewat. Alhamdulillah,” ujar Hanum.

Akan tetapi, ia masih harus berdiam di rumah sakit karena ternyata dua anaknya memperlihatkan penurunan trombosit. Meskipun si trombosit masih di atas 100.000 dan fisik anak terlihat sehat, itu tidak menjamin bahwa mereka sudah lepas dari fase kritis.

Setelah satu malam lagi di rumah sakit, dokter mengatakan kedua anaknya bisa pulang karena angka trombosit sudah berbalik naik. “Saya bersyukur demam berdarah yang kami alami terdeteksi lebih awal. Apa jadinya kalau di hari ke-2 demam itu saya memilih bertahan di rumah?” sergah Hanum.

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement