PEMERINTAH melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan-RB) akan menghapus seluruh tenaga honorer mulai November 2023. Penghapusan tenaga honorer itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) pun menyebutkan pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.
Pemerintah pun menyatakan akan memprioritaskan rekrutmen pada 2022 untuk pegawai honorer tenaga kesehatan (nakes) menjadi PPPK.
Pengangkatan PPPK nakes nanti mengacu kepada kebutuhan prioritas sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Para tenaga kesehatan yang bukan bagian dari aparatur sipil negara (ASN), antara lain kontrak/honorer, PTT, dan sukarelawan akan diangkat menjadi PPPK mulai 2022.
Sejauh ini sudah lebih dari 200 ribu nakes honorer yang telah mendaftar. Pendaftar terbanyak berasal dari perawat sebanyak 102.521 orang, diikuti bidan (72.176 orang), dan dokter (11.075 orang). Program itu pun akan dilakukan secara bertahap hingga 2023.
Pemerintah akan mengangkat tenaga kesehatan non-ASN menjadi PPPK pada saat masih kurangnya jumlah tenaga kesehatan terutama di puskesmas dan rumah sakit pemerintah daerah.
Karena itu, lebih dari 200 ribu nakes non- ASN, seperti tenaga honorer atau kontrak, diharapkan dapat beralih status menjadi PPPK seiring dengan mulai berlakunya aturan pemerintah yang menghentikan rekrutmen pegawai honorer pada 2023.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap, dengan kebijakan itu, para tenaga kesehatan honorer atau non-ASN dapat lebih tenang bekerja karena masa depan mereka sudah bisa lebih jelas.
“Ini merupakan salah satu program transformasi kesehatan di bidang sumber daya manusia, kami harus memastikan kecukupan tenaga kesehatan,” kata Budi dalam konferensi pers terkait dengan kebijakan tenaga kesehatan non-ASN di Jakarta, belum lama ini.
Kebijakan tersebut tak lepas dari kesepakatan antara Menteri Kesehatan, Mendikbud-Ristek, Menpan-RB, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Tenaga kesehatan non-ASN yang akan beralih status antara lain tenaga kontrak/honorer pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota, kontrak/honorer BLUD, kontrak dengan DAK nonfisik, PTT, dan sukarelawan yang bekerja pada fasilitas kesehatan milik pemprov dan kabupaten/kota yang selama ini didayagunakan untuk mengisi dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah.
Kemenkes juga telah melakukan sosialisasi dan advokasi pada 19-21 April 2022 kepada Dinas Kesehatan, Badan Kepegawaian Daerah/BKD, Biro Organisasi, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah/BPKAD serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda) di seluruh pemprov dan kabupaten/kota terkait dengan proses pengangkatan tenaga non-ASN menjadi PPPK.
“Sudah mulai masuk data-datanya. Sampai sekarang ada lebih dari 200 ribu nakes dengan status honorer yang sudah menyampaikan data ke Kemenkes untuk bisa diproses sebagai calon ASN dan/atau juga PPPK,’’ sebut Menkes Budi.
Sistem Informasi SDM Kemenkes per 29 April 2022 memberikan gambaran masih minimnya jumlah tenaga kesehatan di daerah.
Sebanyak 586 dari 10.373 (5,65%) puskesmas tidak memiliki dokter, sebanyak 5.498 dari 10.373 (53%) puskesmas belum memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai dengan standar, sebanyak 268 dari 646 (41,49%) RSUD belum memiliki tujuh jenis dokter spesialis (anak, obgin, bedah, penyakit dalam, anestesi, radiologi, dan patologi klinis).
Dari kondisi yang tidak ideal tersebut, Kemenkes akan memprioritaskan peralihan status 200 ribu lebih tenaga kesehatan itu menjadi PPPK sebelum melakukan rekrutmen baru. Alasannya, mereka sudah terbukti dalam bekerja dan sudah lama berbakti kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Menurut pakar kebijakan publik Universitas Airlangga (Unair), Falih Suaedi, kebijakan itu mempunyai nilai positif untuk jangka panjang. Bahkan regulasi itu akan mempermudah pemerintah dalam menganalisis kebutuhan riil pegawai secara kualitatif dan kuantitatif.
“Memang proses seleksi dan rekrutmen pegawai honorer dulu sangat beragam karena tiap instansi menyelenggarakan. Pegawai honorer yang ada saat ini memang sebaiknya dipetakan dari aspek lama mengabdi, umur, pendidikan, dan prestasi kerja,” sebutnya.
Di samping itu, pejabat pembinaan kepegawaian (PPK) juga diminta untuk merancang langkah strategis terkait dengan penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi CPNS sebelum batas waktu 28 November 2023.
Dia juga menyarankan strategi berupa penyusunan profi l atas dasar lama mengabdi, umur, pendidikan, dan prestasi kerja.
Kemudian, profil tersebut mulai dipilah untuk disalurkan kepada BUMN, BUMD, atau organisasi lain yang sistem kepegawaiannya lebih independen. “Termasuk merekomendasikan pihak ketiga sebagai mitra (outsourcing),” ujar dosen Departemen Administrasi FISIP Unair itu.
Dalam jangka panjang, menurut Falih, peraturan itu akan membantu pemerintah untuk mendapatkan data yang lebih valid terkait dengan kualitas dan kuantitas PNS dan PPPK. Dengan demikian, itu dapat memberikan kemudahan dalam menyusun perencanaan tentang placement, training, development, sistem karier dan sistem kompensasi, serta evaluasi kinerja para pegawai.
“Selama ini database kepegawaian di negara kita enggak pernah beres. Jika database-nya saja bermasalah, langkah ke belakangnya akan bias. Semoga hal-ihwal tentang pengelolaan ASN di Indonesia lebih profesional, lebih sederhana, dan lebih demokratis,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Tenaga Kesehatan Kemenkes Sugiyanto menyatakan kebutuhan formasi para nakes yang mengikuti rekrutmen PPPK bidang kesehatan merupakan wewenang pemda sesuai dengan kebutuhan di wilayah mereka.
Adanya kewenangan penentuan jumlah formasi pada pemda itu disebabkan pembukaan rekrutmen PPPK di bidang kesehatan pada 2022 yang diselenggarakan berbeda. Kemudian rekrutmen itu nantinya akan disertai dengan kebijakan afi rmasi sehingga pendaftaran difokuskan bagi tenaga kesehatan dan non-ASN di bidang kesehatan yang mendapatkan afi rmasi dari pemerintah daerah tersebut.
Sementara itu, informasi tentang formasi bagi pihak yang berasal dari masyarakat umum masih menunggu informasi lebih lanjut dari kebijakan yang dikeluarkan Kemenpan-RB.
“Kita belum bisa memastikan kebijakan tersebut apakah sudah final atau nanti akan ada perubahan-perubahan. Kita tunggu semuanya karena kebijakan tersebut menjadi kewenangan dari Kemenpan-RB dan panitia seleksi nasional,” paparnya.