NUSANTARA

Merawat Kampung Melestarikan Cagar Budaya

Rab, 10 Feb 2021

KAYUTANGAN pernah menjadi bahan pembicaraan sejumlah pakar perkotaan dunia. Kala itu, dua tahun lalu, mereka hadir dalam Internasional Conference of Heritage and Culture in the Integrated Urban Context yang digelar di kampus Universitas Brawijaya.
Para ahli dari berbagai negara itu berkumpul membicarakan pengembangan, konservasi, dan pengelolaan kota-kota bersejarah. “Kayutangan bergaung, kami bawa sampai level internasional,” kenang Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya Herry Santosa, akhir pekan lalu.
Kayutangan merupakan kawasan heritage di Kota Malang, Jawa Timur. Ia memiliki banyak bangun­an kuno bernilai sejarah. Sebuah potensi besar untuk wisata.
Karena itu, Wali Kota Malang Sutiaji serius mengembangkannya sebagai warisan budaya bangsa. Kayutangan pun dicanangkan sebagai ibu kota heritage Malang Raya.
Di kampung itu ada 50 karya arsitektur yang memadukan gaya kolonial dan lokal. Sampai saat ini 33 bangunan di antaranya sudah tesertifikasi.
Kayutangan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya sejak 22 April 2018. Penetapannya lewat Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya Kota Malang dan Surat Keputusan Wali Kota Malang.
Wali Kota Malang Sutiaji juga menetapkan pohon heritage berusia tua, di antaranya trembesi, beringin, kenari, dan teratai. Total ada 147 lebih pohon dilindungi, tidak boleh ditebang, dan keberadaannya terus dijaga agar tidak punah.
Secara kultural, warga Kota Malang mengaitkan kawasan Kayuta­ngan dengan kiprah Ken Arok, raja pertama Kerajaan Singasari. Dia juga moyangnya para raja Majapahit.
Kawasan ini unik lantaran misteri kayu yang ada pada 1914 berbentuk menyerupai telunjuk tangan. Riwayat kayu itu konon ialah petunjuk penamaan kawasan kampung yang gemerlap berlimpah listrik. Sejak zaman Belanda, jalan membentang sepanjang 1 kilometer itu selalu terang benderang.
Sayangnya, ikon kayu berbentuk telunjuk tangan sudah tidak dipasang lagi. Kayu yang menjadi misteri itu riwayatnya hanya bisa ditemui dalam lembaran foto lawas masa kolonial yang tak mudah didapatkan.

Mengusir kumuh

Di era modern selama bertahun-tahun, saban hari, Jalan Basuki Rahmat hanya menghadirkan kepadatan lalu lintas yang membosankan. Tak ada ruang sedikit pun bagi wisatawan bisa leluasa menikmati eksotisnya menyusuri jalan protokol.
Namun, Kini, kawasan itu berubah total. Sejak beberapa tahun lalu, masyarakat menyadari bahwa Kampung Kayutangan mereka menyimpan potensi tinggi, sangat layak dikembangkan menjadi destinasi pariwisata unggulan.
Gayung bersambut. Pemerintah Kota Malang dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat getol membangun kampung tematik. Warga pun kian bersema­ngat membersihkan lingkungan agar semakin ramah dikunjungi. Menjadikannya kampung sehat, bersih, dan berestetika.
Akhirnya, semua pihak bergotong royong. Selain warga, ada akademisi, komunitas dan Pemerintah Kota Malang. Mereka mengubah kampung yang semula kumuh menjadi destinasi wisata yang khas.
“Ada 21 kelompok sadar wisata, 7 pelaku kreatif, dan 137 subsektor yang terdata,” kata Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kota Malang Ida Ayu Made Wahyuni.
Pembangunan terkini pun menyentuh koridor akses masuk kampung. Kampung klasik ini pun tumbuh dan maju pesat. Cepat populer setelah foto-foto seksi tiap sudut kampung membanjiri jagat maya dan media sosial.
Sepanjang Jalan Basuki Rahmat, menyediakan banyak spot foto. Mulai gereja, Sarinah, dan Toko Oen yang legendaris. Saat memasuki kampung, pengunjung bakal menemukan arsitektur rumah bergaya klasik dan kolonial. Gang-gang khas kampung padat penduduk terlihat bersih. Warga pun terbiasa ramah menyambut tamu.
Lantai gang dicat warna-warni. Ada sarana protokol kesehatan. Tembok pun bergambar berbagai mural sehingga jauh dari kesan kumuh dan sumpek.
Ya, berkunjung ke kampung heritage yang memiliki daya pikat ini tidak ada bosannya karena serasa pulang ke rumah masa silam. Spot swafoto, ngopi, dan nongkrong di kedai makanan lengkap dengan kudapan tempo dulu tersedia hampir di setiap sudut gang.
Bangun kotaku
Istirahat di masa pandemi, Kayutangan heritage dipercantik ketika kebanyakan warga diam di rumah. Deru mesin alat berat terus bekerja tiada henti. Para tukang menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat prog­ram Kota tanpa Kumuh (Kotaku).
Trotoar sampai dalamnya kampung dibenahi. Pengerjaan proyek senilai Rp23 miliar dari APBN terus bergerak. Anggaran sebanyak itu untuk pembangunan di kawasan permukiman RW 01, RW 09, dan RW 10.
Kampung heritage dikoneksikan dengan pedestrian di Jalan Basuki Rahmat. Ada dua titik pemasangan batu andesit di Raja Bally dan depan Kantor PLN.
Selain itu, anggaran digulirkan untuk pekerjaan infrastruktur dasar berupa jalan lingkungan, salur­an dan biofill di RW 04 Kelurahan Polehan. “Sekarang masih dalam proses pengerjaan,” tegas Koordinator Kotaku Kementerian PU-Pera Arief Prasetyo.
Program Kotaku, lanjut Arief, fokus menyelesaikan masalah kumuh di perkotaan. Program yang digulirkan sejak 2015 merambah 29 kelurahan dari 57 kampung di Kota Malang. Pekerjaan di Kayutangan ditargetkan selesai Maret.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas Pemkot Malang Nur Widianto Kampung Kayutangan ditata karena memiliki potensi budaya dan heritage yang kuat. Ada beragam destinasi bernilai sejarah. Selain rumah berasitektur klasik juga ada makam Mbah Honggo, dan rumah tokoh perfilman nasional Nyak Abbas Acub.
“Dari sisi pariwisata, Kota Malang memiliki nilai di wisata taman, wisata pendidikan, wisata nostalgia dan wisata heritage budaya,” kata Nur Widianto.
Kayu tangan, lanjutnya, di masa mandatang akan menjadi satu kesatuan koridor hingga Kampung Pecinan dan Kam....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement