NUSANTARA

Ni Nengah Rusni Setia Tekuni Tenun Ikat Ganda

Rab, 23 Mar 2022

NI Nengah Rusni, 57, dengan ramah menerima kedatangan Media Indonesia di kediamannya. Ia merupakan penenun kain tenun ikat ganda gringsing khas Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali.

Kain tenun ikat ganda itu dari Tenganan, Pegringsingan, menjadi satu-satunya di Indonesia. Sementara itu, di dunia, hanya ada tiga negara yang memiliki kain tenun ikat ganda, yaitu Indonesia, India, dan Jepang.

Rusni, selain piawai menenun kain ikat ganda, ia juga mahir memproses tahapan pembuatan kain tenun gringsing.

“Saya sudah menenun 25 tahun tanpa henti,” kata Rusni yang hingga kini masih melajang.

Bahan dasarnya berupa benang. Ia membelinya sudah jadi tanpa melalui proses pemintalan. Alasannya untuk mendapatkan bahan baku kapas yang belakangan ini mulai agak sulit. Bahkan, jenis benang Bali yang bersumber dari Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, belakangan mulai langka dan harganya mahal.

Rusni kini sering membeli benang di toko di luar Nusa Penida agar tetap bisa memproduksi tenun ikat ganda.

“Benang Bali sekarang mahal seharga Rp250 ribu dapatnya sedikit, beda kalau benang toko dengan Rp150 ribu dapat satu bal,” ujar Rusni yang keterampilan menenunnya didapat dari neneknya.

Bukan hanya benang Bali yang mulai langka, bahan mengkudu pun belakangan mulai banyak didatangkan dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, karena warga di Nusa Penida yang sebelumnya menggeluti produksi kapas telah banyak beralih menggeluti usaha rumput laut.

Pasokan mengkudu dari Lombok langsung didatangkan pedagangnya dari Lombok ke Tenganan. Harga mengkudu berkisar Rp14 ribu-Rp16 ribu per kg dalam keadaan basah. Sebelumnya, mengkudu didatangkan dari Kabupaten Buleleng, tetapi sekarang sudah jarang. Mewarnai benang membutuhkan proses cukup lama. Rusni menyiapkan minyak kemiri yang prosesnya melalui dikukus lalu diperas.

Selain itu, disiapkan air abu dapur yang sebelumnya diayak dan ditumbuk serta didiamkan selama sebulan hingga warnanya berubah jadi merah.

Setelah itu, barulah minyak kemiri dicampur dengan air abu sesuai ukuran untuk merendam benang selama 42 hari. Selama direndam 42 hari, setiap tiga atau satu minggu posisi benang dibolak-balik agar lebih merata.

Selanjutnya, benang diangkat dan dikeringkan selama seminggu, lantas digulung dan dibuat pakan (untuk lebar) yang disusul dengan proses pembuatan garis sebelum sampai pada pembuatan motif.

Proses pembuatan garis dilakukan dengan alat yang mirip busur panah. Adapun bahan yang digunakan ialah campuran nasi yang dihaluskan dengan arang perabot dapur dicampur air. Setelah selesai pembuatan garis, barulah siap untuk dibuatkan motif sesuai dengan yang diinginkan.

Setelah membuat motif, Rusni membuat benang berwarna biru. Dalam pembuatan warna biru itu, hanya boleh dilakukan di luar wilayah Desa Tenganan Pegringsingan, yakni Desa Bugbug yang jaraknya masih berdekatan.

“Itu sudah ketentuan dari turun-temurun tak boleh membuat warna biru di Tenganan dan itu di Desa Bugbug,” urai Rusni yang mengaku tak tahu alasannya.

Warna biru itu didapat dari daun tarum (Indigofera). Dengan menggunakan bahan alami dari daun tarum, benang yang tercelup itu menjadi warna biru.

Setelah benang berwarna biru, langkah berikutnya membuat benang hitam dengan mengombinasikan warna merah yang berasal dari campuran akar mengkudu dan kulit pohon kepundung dengan warna biru.

Kemudian setelah terbentuk warna hitam, disusul pembuatan warna merah yang tahapannya juga cukup lama, bisa lima kali agar menghasilkan kualitas warna yang bagus.

Sekali tahapan harus dijemur sekitar tiga hari. Lalu, interval waktu dari satu tahapan ke tahapan memerlukan waktu dua sampai tiga bulan.

Pantaslah bila tenun ikat ganda itu harganya cukup mahal. Setiap lembarnya bisa ratusan ribu hi....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement