Belakangan, kita kembali dikejutkan berbagai rentetan kasus kekerasan seksual dengan korban kelompok anak. Lebih miris, situasi tersebut bahkan terjadi di lingkungan pendidikan.
Dari data survei nasional Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada 2021, laporan tentang kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan. Memang, secara angka nasional, survei tersebut menunjukkan penurunan kasus kekerasan sejak 2018.
Akan tetapi, fenomena yang terjadi belakangan tidak ubahnya pucuk gunung es. Media Indonesia berbincang dengan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA Nahar tentang upaya yang selama ini ditempuh pemerintah dalam menciptakan ruang yang ramah dan aman bagi anak.
Menurutnya, sejauh ini KPPPA memang sudah berupaya untuk mengoptimalkan pencegahan dan penanganan kekerasan anak yang merupakan masalah strategis nasional yang perlu dipecahkan bersama. Berikut petikan wawancara melalui konferensi video pada Selasa (11/1) dan dilanjutkan secara tertulis pada Rabu (12/1).
Belakangan, sejumlah kasus kekerasan seksual terungkap dengan situasi mengerikan. Bagaimana data terkini pelaporan ke KPPPA?
Kami menggunakan dua data sebagai basis kami untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan. Basis data pertama melalui survei secara berkala. Sebelumnya dilakukan pada 2018 dan terakhir pada 2021. Data tersebut menggambarkan situasi kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual di seluruh wilayah Indonesia. Kedua, dari data sistem informasi online yang basisnya laporan.
Dari kedua basis data itu, kami bisa melihat data-data yang bisa kami analisis. Kasus-kasus kekerasan seksual pada anak seperti fenomena gunung es.
Ketika merujuk pada data survei, angka menurun. Pada 2018, survei nasional tentang pengalaman hidup anak dan remaja, misalnya, anak perempuan yang mengalami atau punya pengalaman setidaknya satu jenis kekerasan atau lebih berada di angka 62,75%. Sementara pada 2021, angka tersebut berada di 41,05%. Untuk anak laki-laki, dari 62,31% pada 2018 menjadi 34% pada 2021.
Sementara dari sistem pelaporan, angka mengalami kenaikan. Data yang masuk, khusus untuk laporan kekerasan seksual, juga mengalami kenaikan. Pada 2019, itu ada 6.454 kasus. Pada 2020 menjadi 6.980, dan sampai Desember angkanya sudah 7.545. Itu menjadi bahan evaluasi kami untuk melakukan perbaikan kebijakan.
Ada perbedaan dari survei dan laporan kasus yang masuk berbasis daring. Mengapa?
Pelaporan itu hanya sebagian dari data hasil survei. Tapi yang sebagian itu mengalami penaikan. Khususnya kasus kekerasan seksual. Oleh karena itu, perlu mewaspadai seberapa kecil pun angka yang dilaporkan, harus jadi kewaspadaan semua, khususnya upaya pencegahan agar tidak muncul masalah baru dan tentunya berharap yang saat ini ada pun bisa ditangani sebaik-baiknya.
Lalu, di laporan tadi, itu kan dari survei yang secara persebarannya memang belum merata, ada keterwakilan wilayah. Misalnya yang menggambarkan kondisi di perkotaan atau perdesaan. Sehingga angka-angka itu bisa mewakili kondisi pengalaman anak dan remaja terkait dengan kekerasan. Laporan itu juga berdasarkan keberadaan titik-titik lembaga pelapor berada. Angka tersebut kemudian menjadi bagian yang tergambar dari hasil survei nasional.
Dari yang tercatat, jenis-jenis kekerasan seperti apa yang mu....