SELEBRITAS

Orang Baik

Min, 21 Mar 2021

DI masyarakat kita ada stereotip terhadap suku tertentu. Misalnya, orang Jawa pemalas, orang Padang pelit/kikir, orang Batak atau kawasan Indonesia Timur kasar. Generalisasi negatif semacam ini tentu tidak benar dan mesti diluruskan karena ada juga orang Jawa yang rajin, Batak yang santun, dan seterusnya. Makanya, saya terenyuh ketika kawan saya asal Flores, Donatus Ola Pereda, wafat pada Senin (15/3). Terenyuh bukan lantaran kematiannya yang begitu mendadak, melainkan ada beberapa teman yang menyebut Kaka Don--demikian ia akrab disapa--sebagai orang Flores yang bertutur kata lembut, orang NTT yang tidak bisa marah, dan sebagainya.

Apa yang mereka katakan benar. Don memang murah senyum dan suka menolong. Akan tetapi, menurut saya, sifat ataupun laku manusia, entah baik maupun buruk, semestinya jangan dilihat dari latar belakang suku ataupun agamanya. Itu karena cara pandang semacam inilah yang memunculkan prasangka-prasangka rasial. Mereka mungkin telah terpengaruh hegemoni wacana dominan selama ini yang menganggap masyarakat dari kawasan timur, berangasan. Munculnya Nazi bukan berarti semua orang Jerman ialah ‘binatang’ kejam dan brutal, begitu pun tidak semua muslim teroris, Yahudi culas atau licik, dan sebagainya.

Film-film Hollywood, sinetron, juga media massa, menurut saya, kadang ikut bertanggung jawab membangun konstruksi semacam ini. “Kita adalah apa yang kita percaya,” kata sejarawan Belanda, Rutger Bregman. Jika kita percaya orang lain tidak bisa dipercaya, kita tentu akan selalu hidup penuh curiga dan itu tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga semua orang. Jika kita ingin menghadapi tantangan terbesar zaman ini, entah krisis iklim maupun prasangka-prasangka rasial, kata dia, kita harus memulainya dengan m....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement