EKONOMI

Pekerja Industri Tembakau Mulai Resah

Kam, 17 Okt 2024

KETUA Umum PP Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto AS menyebut PP No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 17/2023 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik terhadap Industri Hasil Tembakau dapat mematikan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) nasional.

Dalam catatannya, saat ini ada 143 ribu anggota FSP RTMM- SPSI yang menggantungkan nasibnya pada sektor IHT sebagai tenaga kerja pabrikan.

“Kebijakan pemerintah itu secara terang-terangan akan mematikan industri hasil tembakau nasional. Ada kurang lebih 226 ribu tenaga kerja anggota organisasi dari industri terkait yang akan terkena dampak dari regulasi tersebut,” katanya, kemarin.

Ia menyesalkan sikap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tidak pernah melibatkan FSP RTMM-SPSI dalam pembahasan pasal pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan itu.

“Padahal, produk tembakau adalah produk legal yang diakui negara. Dan sektor IHT juga telah menjadi sumber pendapatan besar bagi negara dan menyerap jutaan tenaga kerja,” ungkapnya.

Karena itu, Sudarto meminta Kemenkes mengeluarkan aturan soal produk tembakau dari rancangan aturan itu. Menurutnya, banyaknya larangan terhadap produk tembakau dalam rancangan aturan tersebut justru bertolak belakang dengan UU Kesehatan yang sama sekali tidak melarang produk tembakau.

Hal yang sama juga diungkapkan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Ia menilai kebijakan yang menyudutkan industri rokok berpotensi menghilangkan dampak ekonomi hingga Rp308 triliun atau setara dengan 1,5% dari PDB.

Selain itu, dampak terhadap penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp160,6 triliun yang setara dengan 7% dari total penerimaan perpajakan nasional.

Seperti yang tertuang pada rancangan Peraturan Menteri kesehatan, kebijakan menyudutkan itu yaitu kemasan rokok polos tanpa merek, larangan berjualan di sekitar satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan pembatasan iklan luar ruang

“Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau (IHT) dan produk turunannya atau 1,6% dari total penduduk bekerja,” ujar Tauhid.

Dalam pembuatan kebijakan, sambung dia, pemerintah perlu melibatkan setiap pemangku kepentingan dalam ekosistem IHT.

“Hal ini karena Indonesia memiliki ekosistem IHT yang kompleks dan berbeda dari negara lain yang telah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Negara-negara tersebut bukan merupakan negara penghasil tembakau maupun produk hasil tembakau serta memiliki kontribusi pajak rokok yang relatif rendah,” bebernya.

Tauhid mengungkapkan Indef telah memberi rekomendasi agar pemerintah merevisi PP No 28/2024 dan membatalkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan, terutama pada pasal-pasal yang berpotensi berdampak negatif terhadap penerimaan dan perekonomian negara. (Fal/E-2)

Download versi epaper Download

Advertisement

Advertisement