TEMA Hardiknas yang baru lalu ialah Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar. Pesannya kurang lebih semangat kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan untuk terus memperjuangkan hak setiap individu guna mendapatkan pendidikan berkualitas sesuai dengan minat dan bakatnya.
Apa pun sistem pendidikan kita, yang tidak boleh dipinggirkan ialah pembentukan karakter. Caranya sejalan dengan filosofi pendidikan kita, Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (Di depan memberi teladan, di tengah membimbing, dari belakang mendorong).
Tentu saja, dalam pendidikan watak itu bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab lembaga formal (sekolah), tetapi juga melibatkan peran para orangtua dalam lingkungan keluarga. Itulah yang dilakukan Kunti Talibrata ketika membesarkan putraputranya dalam cerita wayang.
Dididik Durna
Sentuhan orangtua itulah pada akhirnya yang membedakan derajat dan kualitas pribadi Pandawa dengan saudara sepupu mereka, Kurawa. Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa menjadi para kesatria utama dan insan kekasih dewa.
Bila merunut dari garis trah, Pandawa dan Kurawa sama-sama cucu mantan Raja Astina Prabu Kresnadwipayana alias Abiyasa. Tapi watak dan kepribadian mereka bertolak belakang akibat beda pola asuh.
Pandawa adalah putra Pandu dengan Kunti dan Madrim berjumlah lima, sedangkan Kurawa anak pasangan Drestarastra (kakak Pandu) dengan Gendari sebanyak seratus orang. Mereka lahir dan melewati masa kecil hingga remaja di istana.
Pandawa dan Kurawa dididik oleh guru yang sama, Begawan Durna, di Padepokan Sokalima. Tidak ada perbedaan kurikulum bagi dua keluarga tersebut. Bedanya, Pandawa tipe murid patuh dan rajin, sebaliknya Kurawa siswa nakal dan pemalas.
Kebiasaan Kurawa suka menyepelekan guru. Semua pelajaran diabaikan karena dianggap tidak bermanfaat. Bila di ruang kelas, Kurupati dan adika-diknya hanya gojek (bermain) melulu. Di antara mereka malah selalu ada yang bermain remi. Kenapa polah-tingkah Kurawa demikian? Padahal mereka bukan keturunan orang pidak pedaraan (sembarangan). Abiyasa, selain mantan raja, juga resi agung yang kaloka ing rat, diakui sampai ke pelosok marcapada hingga para dewa kahyangan. Jawabannya karena Kurawa berada dalam asuhan pamannya dari garis ibu, yakni Arya Suman yang kondang bernama Sengkuni. Siang-malam mereka glundhang-glundhung (lengket). Di situlah Suman meracuni pikiran dan hati keponakannya.
Sengkuni mengindoktrinasi Kurawa dan keluarganya bahwa hidup mereka pasti telantar jika tidak memiliki kekuasaan. Satusatunya jalan, Pandawa, sebagai ahli waris, harus dilenyapkan. Menimba ilmu dari Durna tidak ada guna bila tanpa takhta.
Akibat begitu masifnya pencucian otak yang diinjeksikan Sengkuni, Kurawa menjadi benci serta memusuhi Pandawa. Mereka hanyut dalam skenario licik sang paman. Kurupati dan adik-adiknya menjelma sebag....