PRODUKTIVITAS mudamudi Indonesia seperti tidak pernah ada habisnya. Seiring dengan waktu berjalan, deretan komunitas terus bermunculan. Tiap komunitas biasanya memiliki fokus masing-masing.
Ada yang bergerak di bidang lingkungan, sosial, pendidikan, dan masih banyak lainnya. Kendati bermacam fokus, tujuannya tetap satu, ingin menjadi wadah yang bisa berkontribusi positif kepada masyarakat.
Self Grow Indonesia ialah salah satu dari sekian komunitas yang diinisiasi oleh anak muda. Fayanna Ailisha Davianny, 20, menjadi sosok di baliknya. Kedekatan akan dunia literasi menggugahnya untuk membentuk Self Grow Indonesia. Komunitas itu tercetus pada 2021 secara gagasan dan terealisasi pada 2022.
“Self Grow Indonesia adalah wadah yang berorientasi terhadap pengembangan diri berbasis literasi. Memiliki dua fokus, yaitu untuk membangun pola pikir yang positif terhadap literasi serta memperbaiki cara pendekatan generasi muda terhadap literasi,” kata Fayanna kepada Media Indonesia, Selasa (18/3).
Perempuan yang mendirikan Self Grow Indonesia saat usia 16 tahun itu mengatakan selama ini masih banyak masyarakat yang mengartikan literasi hanya sebatas baca dan tulis, padahal literasi ialah kemampuan memahami informasi dari berbagai sumber, dan mampu mengimplementasikan pemahaman informasi tersebut. Dia pun menjelaskan bagaimana literasi bisa berperan pada pengembangan diri seseorang.
“Misalnya, orang-orang yang suka olahraga, khususnya sepak bola, itu kan pasti mempelajari bagaimana caranya agar dia bisa main sepak bola, bagaimana caranya dia memahami aturan-aturan yang ada di sepak bola, dan lain sebagainya. Ketika dia mencoba memahami, itu adalah proses literasi yang ada pada dirinya sehingga bagaimanapun caranya, literasi itu sebagai pondasi dasar dia sebelum akhirnya dia mempelajari hal-hal yang ingin dia lakukan setiap harinya. Jadi komunitas kami fokus untuk membangun pola pikir peserta melalui pendekatan literasi sebelum akhirnya peserta bisa berjalan sesuai dengan apapun yang mereka inginkan,” ucap Fayanna.
Dalam upaya melakukan pengembangan diri masyarakat, Self Grow Indonesia memiliki fokus program yang dekat dan berorientasi terhadap tiga pilar, yaitu challenge, campaign, dan storytelling. Ada beberapa program yang dimiliki Self Grow Indonesia, di antaranya grown gether (grow, learn and get together), jurnal jejak cerita, hingga acara tahunan SEGI Fest.
Meskipun tidak ada batasan usia khusus, Fayanna menyebut kegiatannya lebih banyak diikuti oleh kategori usia anak-anak hingga remaja. Kegiatan grown gether, misalnya, Self Grow Indonesia cukup banyak mengunjungi sejumlah sekolah hingga yayasan sosial. Belum lama ini, kegiatan grown gether digelar di Rumah Singgah Lions.
“Grown gether ini adalah program yang sifatnya offline, jadi program ini sifatnya bisa berkolaborasi dengan komunitas lain atau kami datang ke sekolah. Dan biasanya dalam program itu kami bawa materi sendiri berupa storytelling dengan tema tertentu. Kalau pesertanya bareng anak-anak, biasanya storytelling tentang menggapai mimpi (lewat cerita fabel), atau kalau peserta usia remaja, kami bisa juga storyteling tentang literasi. Pada kegiatan ini, kami juga mengajak mereka sesi hands-on untuk menulis harapan mereka di masa depan di post-it. Bahkan juga ada pertunjukan teater yang sesuai dengan tema,” terang Fayanna.
Sementara itu, program jurnal jejak cerita berbasis media sosial. Self Grow Indonesia membuat konten resensi buku dan mengambil intisari pesan dari buku tersebut.
Selain itu, ada juga program podcast hingga talkshow berkolaborasi dengan komunitas lain untuk membahas terkait dengan pengembangan diri berbasis literasi.
SEGI FEST
Self Grow Indonesia Festival atau akrab disebut SEGI Fest menjadi program kerja tahunan terbesar. Tahun ini ialah kali kedua.
“Tahun lalu kami menggelar di Perpustakan Nasional dan dalam kegiatan itu kami ada empat mata rantai acara mulai dari workshop, gala dinner, kemudian ada talk show, dan awarding,” jelas Festival Director SEGI Fest 2025, Nadine Clarissa, 16.
Sebelum kegiatan utama SEGI Fest, ada pre-event, yaitu lomba berpidato dan lomba menulis cerita.
Pendaftarannya dibuka pada 13-18 Maret dan karya terbaik diumumkan pada 27 April. Kedua lomba itu mengusung tema Aku di 10 tahun mendatang.
Untuk lomba berpidato, peserta akan diminta untuk berbicara seakan menjadi seorang tokoh inspiratif di masa depan. Sementara itu, untuk lomba menulis cerita, selama 10 hari, peserta bakal diajak merangkai cerita yang utuh dengan tema Aku di 10 tahun mendatang.
Peserta berusia 13-22 tahun untuk lomba berpidato dan 13-17 tahun untuk lomba menulis cerita.
“Kalau berkaca dari SEGI Fest tahun lalu, kami itu ada workshop kepenulisan sampai public speaking, kemudian untuk talkshow tahun lalu kami mengundang banyak narasumber mulai dari content creator sampai penulis dan membahas sesuai dengan tema kegiatan. Sedangkan untuk awarding, ini lebih ke acara puncak, nanti kami akan tampilkan di sana pertunjukan teater dari teman-teman SEGI Art dan sekalian juga menyerahkan penghargaan bagi pemenang lomba pre-event,” terang Nadine.
Tim penyelenggara SEGI Fest untuk 2025 masih berupaya meracik rangkaian acara tersebut. Ada kemungkinan SEGI Fest 2025 bakal mengangkat tema Literasi energi, termasuk membahas menyoal personal energy management untuk mengelola energi fisik dan mental agar dapat meningkatkan kinerja dan ....