EKONOMI

Penjualan Mobil Anjlok Dua Bulan Berturut-turut

Rab, 13 Mar 2024

PENJUALAN mobil anjlok dua bulan berturut- turut sejak awal tahun. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut penurunan penjualan mobil pada Januari dan Februari 2024 akibat pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang belum stabil.

“Ini karena pertumbuhan ekonomi yang belum stabil dan diharapkan bulan-bulan ke depan dapat lebih baik lagi. Kita masih punya sepuluh bulan ke depan, kami masih optimistis target bisa tercapai,” kata Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto kepada Media Indonesia, kemarin.

Untuk tahun ini, pabrikan otomotif mematok target 1,1 juta unit bakal terjual di tengah ekonomi dalam negeri yang melambat akibat situasi ekonomi global yang juga masih lemah.

Merujuk pada data Gaikindo, penjualan mobil pada Februari 2024 mencapai 70.657 unit secara wholesales (pabrik ke diler). Angka tersebut turun 18,8% jika dibandingkan dengan di periode yang sama pada 2023. Adapun secara retail (diler ke konsumen), penjualan mobil tercatat 70.291 unit, turun 16,3% secara tahunan.

Pada dua bulan pertama 2024, penjualan secara wholesales mencapai 140.274 unit, turun 22,6% secara tahunan. Begitu pula dengan penjualan retail yang berkurang 15% secara tahunan, dari 174.921 unit pada Januari-Februari 2023 menjadi 148.649 unit pada Januari-Februari 2024.


Makroekonomi tertekan

Saat dihubungi di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut turunnya minat masyarakat membeli mobil saat ini mengindikasikan kondisi makroekonomi yang sedang tertekan. “Ada indikasi masyarakat kelas menengah atas menahan diri untuk beli kendaraan baru. Inflasi bahan makanan yang tinggi membuat masyarakat lebih hati-hati dalam membeli barang kebutuhan sekunder seperti kendaraan bermotor,” ujarnya.

Masyarakat kelas menengah atas, lanjut Bhima, saat ini memprioritaskan belanja pada hal-hal mendasar, seperti memenuhi kebutuhan makanan.

Situasi itu dibarengi dengan kekhawatiran kelompok tersebut akan pajak kendaraan yang tinggi. Terlebih, kalangan menengah atas selama ini tak mendapatkan stimulus dari pemerintah untuk mendorong konsumsi.

Bhima tak menampik banyak insentif yang diberikan pemerintah untuk kendaraan listrik. Namun, faktanya kendaraan yang disebut ramah lingkungan itu belum bisa bersaing dengan kendaraan konvensional.

“Pertimbangan lainnya ialah soal suku bunga fasilitas pembiayaan yang terbilang belum ada tanda-tanda penurunan. Akibatnya, bunga tinggi menjadi variabel dalam membeli mobil,” kata dia.

Momentum Lebaran yang secara historis kerap mendongkrak penjualan mobil untuk keperluan mudik, diyakini Bhima tak banyak berpengaruh kali ini.

Ia khawatir, jika rendahnya penjualan mobil berlangsung lama, akan berdampak luas pada perekonomian.

“Dampak dari pelambatan penjualan kendaraan bermotor tentu sampai ke bisnis suku cadang, bengkel resmi, hingga pasar mobil bekas. Kalau berlanjut sampai tahun depan, konsekuensinya perusahaan otomotif akan turunkan kapasitas produksi dan berimbas ke serapa....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement