KEMENTERIAN Perindustrian (Kemenperin) mencatat terus turunnya partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global (global value chain/ GVC). Salah satu penyebabnya ialah kebijakan pemerintah yang menutup keran ekspor bahan mentah.
Direktur Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional Kemenperin Syahroni Ahmad menyatakan, GVC Indonesia terus mengalami penurunan sejak tahun 2000. Saat itu, rasio partisipasi forward GVC Indonesia mencapai 21,5%. Artinya, partisipasi industri RI sebagai sektor penyedia input dalam rantai nilai global menurun.
“Angka tersebut turun menjadi 12,9% di 2017. Di periode yang sama (2000- 2017), rasio partisipasi backward GVC Indonesia juga turun dari 16,9% pada 2000 menjadi 10,1% di 2017. Artinya, partisipasi industri Indonesia sebagai pengolah produk jadi sekaligus penyedia input bagi negara lain dalam rantai nilai global menurun,” paparnya di Jakarta, kemarin.
Forward linkage, terangnya, yakni peran Indonesia sebagai penyedia bahan baku/penolong, produk antara bagi negara lain. Sementara backward linkage, yakni peran Indonesia sebagai pengolah bahan baku/ penolong, produk antara dari negara lain untuk diproduksi di dalam negeri.
“Rasio partisipasi forward GVC yang lebih tinggi dibandingkan backward GVC. Ini menunjukkan Indonesia masih lebih banyak terlibat pada aktivitas di hulu (upstream),” kata Syahroni.
Syahroni mengatakan, keterlibatan Indonesia dalam GVC masih didominasi pada aspek produksi, yakni aspek yang berada di rantai suplai atau nilai. Sementara peran Indonesia pada aspek penelitian dan pengembangan masih sedikit, padahal perannya lebih sentral, strategis, dan memiliki nilai keamanan lebih besar dalam GVC.
Ia menyebut salah satu penyebab rantai nilai global Indonesia tidak optimal adalah faktor regulasi dari pemerintah. Misalnya, larangan ekspor produk mentah guna mendorong hilirisasi.
“Kenapa partisipasi Indonesia terhadap GVC turun, karena kita punya kebijakan yang memengaruhi itu, contohnya larangan eks....