BERDASARKAN Studi Status Gizi Nasional (SSGI) 2021, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi dengan tingkat prevalensi stunting tertinggi, mencapai 37,8%. Bahkan, pada laporan tersebut, tidak ada satu pun daerah di NTT yang berstatus hijau. Dari 22 kabupaten/kota, 15 daerah berstatus zona merah, sedangkan sisanya berstatus zona kuning.
Demi menurunkan angka stunting tersebut, beberapa daerah di NTT terus menggiatkan aksi, di antaranya Kabupaten Sikka dan Kabupaten Lembata. Untuk menurunkan prevalensi ke angka 9,9%, Kabupaten Sikka menerapkan metode Kolombia. Metode tersebut dilakukan dengan pemberian karbohidrat dan protein kepada anak stunting setiap hari selama 6 bulan berturut-turut dan sudah dimulai sejak 1 April lalu. Metode yang juga dilakukan di India dan Bangladesh tersebut diharapkan dapat segera membantu menyelesaikan masalah stunting di daerah tersebut.
Sementara itu, di Kabupaten Lembata, meski prevalensi stunting sempat turun ke angka 22,07% pada Agustus 2021, angkanya kembali naik pada Februari 2022, menjadi 22,7%. Namun, di tengah naiknya prevalensi stunting di daerah tersebut, Bupati Lembata, Nusa Tenggara Timur, Thomas Ola Langoday, tetap optimistis bahwa target zero stunting pada akhir 2022 dapat tercapai. Ia pun meminta semua pihak untuk membantu dan bergotong royong ....