Pemerintah Indonesia menargetkan porsi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional bisa naik dari 13% pada 2017 menjadi 23% pada 2025.
Namun, modal pendukungnya masih minim. Menurut laporan Kementerian ESDM, pada 2017 realisasi investasi di sektor EBT Indonesia sempat mencapai US$2 miliar. Kemudian pada tahuntahun berikutnya cenderung menurun hingga menjadi US$1,6 miliar pada 2022.
Menurut International Renewable Energy Agency (Irena), untuk mendorong percepatan transisi energi, Indonesia butuh investasi US$314,5 miliar selama periode 2018-2030 atau rata-rata sekitar US$17,4 miliar per tahun.
Investasi tersebut diperlukan untuk mendorong penjualan kendaraan listrik di pasar domestik, meningkatkan kapasitas pembangkit EBT, serta membangun berbagai infrastruktur untuk mendukung distribusi EBT ke konsumen. Hambatan signifikan dalam mendorong transisi energi Indonesia ialah pendanaan dan investasi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi investasi di sektor energi baru dan terbarukan (EBT) baru US$206 juta atau sekitar Rp2,97 triliun pada kuartal I 2023.
Kepala Subdit Penyiapan Program Bioenergi Kementerian ESDM, Trois Dilisusendi, menyebutkan realisasi tersebut masih jauh dari target investasi pada 2023 ini sebesar US$1,8 miliar atau Rp26,7 triliun.
Saat ini, Trois mencatat bauran energi primer yang berasal dari energi baru dan terbarukan sebesar 15,7%. Adapun capaian penggunaan EBT saat ini ialah 2% dari total potens....