NARASI kekurangan dokter di Indonesia sering digaungkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia bahkan sempat menyatakan Indonesia mengalami "darurat dokter" dan butuh tambahan 160.000-170.000 dokter. Untuk mengatasi ini, pemerintah membuka 19 fakultas kedokteran baru, meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran, serta mengembangkan program residensi rumah sakit untuk mencetak lebih banyak dokter spesialis. Bahkan, ada rencana merekrut dokter asing. Isunya ialah apakah benar Indonesia mengalami darurat dokter? Salah satu dasar klaim ini yakni rasio satu dokter per 1.000 penduduk yang sering dikaitkan dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dengan populasi sekitar 280 juta jiwa, Indonesia katanya membutuhkan 280.000 dokter. Menteri Kesehatan menyebut saat ini jumlah dokter hanya 140.000; masih ada kekurangan 140.000 dokter. Juga, jika dibanding dengan negara ASEAN lainnya, jumlah dokter Indonesia kurang. Selain itu, waktu tunggu pasien yang cukup lama. Klaim ini perlu dikaji ulang. WHO tidak pernah menetapkan rasio 1:1.000 sebagai standar universal. Rasio ini hanya merupakan metrik perbandingan saja. Bukan standar. Pasalnya, kebutuhan tenaga dokter sangat bergantung pada pelbagai faktor, seperti demografi, geografi, dan sistem layanan kesehatan di tiap negara yang sangat berbeda dari satu negara ke negara lain. Karenanya, tidak mungkin menerapkan satu standar diberlakukan bagi semua negara. Selain itu, data jumlah dokter di Indonesia tidak seragam.
Kementerian Kesehatan menyebutkan jumlah dokter hanya 140.000, sementara Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mencatat lebih dari 213.000 dokter memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) aktif. Jika menggunakan data KKI, rasio dokter di Indonesia sebenarnya mencapai 0,79:1.000, hampir dua kali lipat dari angka yang sering diklaim pemerintah. Dengan jumlah lulusan dokter baru sekitar 11.000-13.000 per tahun, kekurangan dokter ini bisa diatasi dalam waktu lima hingga enam tahun tanpa kebijakan drastis. Membandingkan rasio dokter Indonesia dengan negara lain, seperti Singapura atau Brunei, juga kurang relevan. Singapura hanya memiliki populasi 5,9 juta jiwa dan Brunei hanya 400.000 jiwa. Sementara Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau dan tantangan geografis yang jauh lebih kompleks. Singapura dan Malaysia memiliki sistem kesehatan yang lebih terpusat, sedangkan Indonesia m....