WEEKEND

Raja tanpa Permaisuri

Min, 05 Mei 2024

TEPAT pada waktu yang telah ditetapkan, Prabu Lokawarna turun takhta dan menobatkan putra mahkota Wisrawana sebagai raja baru Lokapala dalam upacara yang megah. Pria muda perkasa itu naik takhta bergelar Prabu Danaraja.

Lokawarna menyerahkan kekuasaan kepada putranya karena dianggap sudah memenuhi syarat untuk melanjutkan kepemimpinan negara. Selain sudah dewasa, Wisrawarna juga menguasai ilmu pemerintahan dan jayakawijayan (kesaktian).

Setelah lengser, Lokawarna berketetapan hati menjadi resi (petapa) dengan peparat (berjuluk) Wisrawa di Pertapaan Girijembangan di dusun terpencil. Istrinya, Lokawati, memilih tinggal di istana mendampingi putranya.

Danaraja diperkirakan bakal menjadi raja besar. Selain mewarisi negara yang kuat dan mapan serta adil dan makmur, ia memiliki paranpara hebat yang tidak lain ayahnya sendiri. Ia pun didampingi patih yang sakti mandraguna, Ditya Gohmuka.

Tapi, kisah hidup Danaraja sungguh dramatis. Bukan karena orang lain sebagai sumber masalahnya, melainkan keluarga sendiri. Beruntung akhirnya dewa mengangkat derajatnya setingkat para penghuni kahyangan.


Gelar sayembara

Pada awalnya, ketika naik takhta sebenarnya masih ada satu syarat yang tertinggal, yakni belum ada permaisuri. Namun, hal itu tidak dijadikan ganjalan karena dalam sejarahnya banyak pemimpin yang baru menemukan pendamping setelah berkuasa.

Memang tidak mudah mencari permaisuri. Modalnya tidak hanya tresna (cinta), tetapi juga banyak pertimbangan lain mengingat wanita itu yang akan melahirkan generasi pemimpin berikutnya. Jadi, fungsinya bukan hanya sebagai ibu negara.

Setelah bermunajat, Danaraja menjatuhkan pilihan kepada Sukesi, sekar kedhaton (putri raja) Alengka. Dari mata batinnya, perempuan jelita itu bakal melahirkan raja agung. Di sisi lain, bakal terjalin persaudaraan yang Alengka sehingga menjanjikan kesejahteraan rakyat kedua negara.

Ibunya, Lokawati, pun setuju dengan pilihan putranya. Danaraja lalu sowan ke Girijembangan meminta nasihat ayahnya. Resi Wisrawa juga mendukung, apalagi Sukesi putri Raja Alengka Prabu Sumali, rekan seperguruannya. Jalan meminang terbuka lebar.

Persoalannya, Sukesi menggelar sayembara, siapa saja (pria) yang mampu medhar (mengajarkan) ilmu sastrajendra hayuningrat pangruwating diyu (ilmu keselamatan untuk memperindah semesta dan meluruhkan sifat angkara murka) akan menjadi suaminya.

Danaraja matur (bicara) kepada bapaknya bahwa dirinya tidak menguasai ilmu yang dimaksud. Wisrawa membesarkan hati putranya untuk tidak usah khawatir. Ia sebagai orangtua wajib melamarkan dan akan berbicara langsung dengan Sumali.

Pada suatu hari, Wisrawa berangkat ke Alengka memenuhi janji dan tanggung jawabnya. Namun, sebelum masuk ke istana Alengka, langkahnya dihentikan Jambumangli di alun-alun. Keponakan Sumali itu ternyata juga pasang giri patembaya (bersayembara).

Jambumangli mempersilakan siapa saja melamar dan memboyong Sukesi setelah melangkahi bangkainya. Berulang kali Wisrawa mengingatkan agar sayembaranya dibatalkan. Tapi, karena keras kepala menol....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement