MESKI kehidupan belum pulih benar, memasuki tahun ke-3 pandemi, tren keuangan dan investasi tetap muncul bahkan menjadi fenomena. Di Indonesia, fenomena non-fungible token (NFT), membuat geger di awal tahun ini karena akun Ghozali Everyday bisa menjual 932 foto selfie-nya dan meraih pendapatan Rp1,7 miliar.
Di luar itu beragam tren lain juga semakin mengemuka selama pandemi ini, termasuk penggunaan kecerdasan buatan (AI), mata uang kripto, bahkan teknologi metaverse. Lalu bagaimana semua tren ini memengaruhi bisnis, kebijakan negara, bahkan perkembangan dunia pendidikan? Untuk menjawabnya berikut wawancara Media Indonesia dengan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) yang juga pendiri Rumah Perubahan, Prof. Rhenald Kasali PhD., di Rumah Perubahan, Bekasi, Rabu (19/1).
Bagaimana Anda melihat tren bisnis dan sosial di 2022 ini?
Kita akan menuju ke dalam dunia baru yang disebut dunia artifisial. Ini sebenarnya dimulai sejak 1780-an sampai sekarang, kita memasuki dunia 5.0. Dari membuat pemanis dan pewarna buatan untuk makanan, buat mesin, hewan peliharaan buatan, bedah plastik, hingga kecerdasan buatan.
Tujuannya membantu manusia, tapi lama-lama juga bisa menggantikan manusia. Nah, gabungan dari itu semua jadinya muncullah sekarang yang disebut metaverse. Tren jangka panjangnya mengarah ke metaverse (interaksi kehidupan secara virtual) dan spaceverse (interaksi kehidupan ruang angkasa).
Jadi intinya, orang akan semakin banyak yang meninggalkan dunia real dan masuk ke dunia imajinasinya. Tahun ini akan dimulai fenomena escape atau kabur karena jenuh selama pandemi.
Jadi bisnis yang akan berkembang juga yang mendukung ke fenomena escape itu, misal rekreasi yang ada di daerah yang masih dekat dari Jakarta seperti Bandung, Bogor, Yogyakarta akan semakin bangkit. Restoran juga semakin banyak yang membuka di pinggiran dengan konsep lebih sederhana, bisnis pakaian juga ke arah yang mendukung kebutuhan untuk escape tersebut, yang mudah digunakan.
Untuk adaptasi ke dunia digital sendiri bagaimana, khususnya sektor bisnis?
Ada yang sudah oke, tapi banyak juga yang masih struggle. Oleh karena itu, pemerintah daerah memegang peranan penting. Pertama tentu saja yang terkait dengan tempat, tidak semua bisa bangkit. Seperti Bali itu masih belum bisa bangkit karena tempatnya agak jauh dari Jakarta, sedangkan konsentrasi uang banyaknya di Jakarta.
Di situlah semestinya peran pemerintah daerah membantu. Seperti yang dilakukan pemerintah Yogyakarta bekerja sama dengan PT Pos. Jadi, kalau ada pesanan UMKM secara digital, ongkos kirimnya ditanggung oleh pemprov dikirim melalui PT Pos dan dibantu juga oleh PT Pos dengan harga subsidi. Itu membantu agar UMKM bisa tertolong dengan shifting maksimal.
Namun, saya melihat ada pemerintah daerah yang sibuknya hanya retorika padahal harus spending lebih cepat. Misalnya, dengan apa pun yang melibatkan UMKM, dukung organisasi-organisasi yang ada di daerahnya untuk melakukan kegiatan pelatihan dan sebagainya. Spending harus dilakukan agar terjadi pergerakan ekonomi.
Kalau kebijakan pem....