BAYANGKAN seandainya TNI tidak merekrut prajurit dan taruna selama lima tahun berturut-turut, apa yang akan terjadi? Tentu saja kacau. Untung hal itu tidak pernah, dan tak mungkin, terjadi di tubuh TNI. Begitu juga di Polri atau di berbagai lembaga pemerintahan. Rekrutmen berjalan secara rutin tiap tahun.
Namun, tidak demikian halnya di Mahkamah Agung (MA), pilar yudikatif Indonesia. Di sini pernah terjadi moratorium rekrutmen calon hakim. Bukan hanya lima tahun, melainkan juga tujuh tahun berturut-turut dari 2010 hingga 2017. Baru pada 2017 dilakukan rekrutmen satu kali. Anehnya, setelah 2017, selanjutnya tidak juga dilakukan rekrutmen secara rutin. Baru pada 2021 dilakukan rekrutmen. Itu pun hanya secara 'darurat'. Pemerintah (Kemenpan-Rebiro, BKN, Kemenkeu, dan Setneg) memberikan kesempatan kepada MA untuk mendidik analis perkara pengadilan menjadi calon hakim. Akan tetapi, itu hanya sekali. Ini moratorium berkepanjangan yang nyata terjadi pada MA. Seakan lembaga yudikatif ialah anak tiri di antara....