OPINI

Sensasi Indonengslish Vs Pemajuan Kebudayaan

Jum, 06 Sep 2024

PENYAIR dan penelaah sastra Saut Simorang pernah berkelakar, tetapi bagi saya candaan itu menjadi catatan penting terkait dengan bahasa Indonesia. "Sekarang kita susah menemukan ayam goreng, yang banyak malah fried chicken!" selorohnya. Saya yang menjadi lawan bicaranya tersentak, seperti tersetrap pada situasi ironis terkait dengan bahasa Indonesia. Saya juga membatin, ya, betul, bukan hanya ayam, nama-nama sajian di daftar menu kafe-kafe dan restoran-restoran juga nyaris sudah berbahasa Inggris!

Percakapan di atas ialah potret kecil dari gelombang indonenglish atau englonesian yang sudah mengakar menjadi praktik budaya populer--dan menjadi standar--di tengah pergaulan anak-anak muda Indonesia saat ini. Indonenglish bisa dipahami sebagai praktik berbahasa campuran, antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Awalnya, praktik indonenglish terjadi masif, terutama di kota-kota besar yang disponsori langsung oleh cara berbahasa para artis dan selebritas; keberadaan dan perkembangannya masih cukup terbatas, serta bisa dipahami sebagai praktik berbahasa subculture.

Namun, hari ini, di tengah perkembangan teknologi internet dengan fasilitas media sosial yang canggih, praktik indonenglish sudah sangat berbeda. Hari ini indonenglish sudah lebih merasuk lebih dalam, membetot ke(tidak)sadaran dengan beragam bentuk dan sensasinya. Ia dipermulus oleh banyak faktor: fitur dan aplikasi media sosial, media-media luring dan daring yang berlimpah, iklan, gaya hidup, agensi agama, dan sebagainya. 

SHARE THIS

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement