KAMIS (2/1), Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan empat putusan atas perkara pengujian ambang batas minimal pencalonan presiden (presidential nomination threshold) meliputi (i) perkara No.62/PUU-XXII/2024 dengan pemohon Enika Maya Oktavia, dkk; (ii) perkara No.87/PUU-XXII/2024 dengan pemohon Dr Dian Fitri Sabrina sebagai pemohon I, Prof Dr Muhammad sebagai pemohon II, S Muchtadin Al Attas sebagai pemohon III, dan Dr Muhammad Saad sebagai pemohon IV.
Berikutnya, (iii) perkara No.101/PUU-XXII/2024 dengan Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) yang dalam hal ini diwakili oleh Hadar Nafis Gumay selaku Direktur Eksekutif sebagai pemohon I dan Titi Anggraini sebagai pemohon II; serta (iv) perkara No.129/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Gugum Ridho Putra.
Sejarah dan arah baru demokrasi Indonesia ditorehkan oleh MK. Melalui Putusan No.62/PUU-XXII/2024 yang merupakan pengujian ke-34 atas Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum, MK menyatakan Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.