HIBURAN

Sofia WD Retas Jalan bagi Sutradara Perempuan

Min, 12 Mei 2024

SEMULA, nama Sofia WD dilekatkan sebagai sutradara perempuan pertama di Indonesia. Namun, dalam penelusuran yang dilakukan oleh Kelas Liarsip ditemukan fakta lain. Kelompok belajar dengan fokus studi arsip film, restorasi, dan sejarah perempuan dalam sinema Indonesia itu mengatakan Ratna Asmara-lah yang dikreditkan sebagai sutradara perempuan pertama.

Kelas Liarsip lalu secara intens melakukan studi tentang Ratna Asmara dan kiprahnya di dunia film. Setelah menghasilkan berbagai telaah riset, termasuk buku dan seri dokumenter tentang Ratna Asmara, Kelas Liarsip melanjutkan studi pada Sofia WD. Salah satu jalur masuknya ialah lewat film Halimun (1982). Film itu diduga merupakan fiksi panjang terakhir yang di sutradarai Sofia.

Selama masa hidupnya, Sofia (1924–1986) terlibat pada lebih dari 100 judul film baik sebagai pemeran, sutradara, produser, maupun penulis naskah. Debutnya sebagai pemeran pada film Air Mengalir di Tjitarum (1948). Adapun debut penyutradaraannya ialah di film Badai Selatan (1960) yang ditayangkan di Berlin International Film Festival (Berlinale) Ke-12 pada 1962. Akan tetapi, penayangan film tersebut masih mengundang tanya.

Arsiparis dan programmer yang juga anggota Kelas Liarsip, Lisabona Rahman, menceritakan pengalamannya berkunjung ke Berlinale. Ketika itu, ia sempat datang ke ruang arsip yang menyimpan materi festival tersebut dari edisi-edisi terdahulu. Di sana, ia tidak menemukan film Badai Selatan, terlebih di Jakarta.

“Dari kunjungan itu lalu saya kumpulkan arsip-arsip, cuma belum ada waktu untuk membaca dan karena semuanya berbahasa Jerman. Jadi enggak banyak yang saya tahu juga tentang Badai Selatan, tentang Sofi a, sampai akhirnya punya kesempatan untuk membaca lebih jauh dan membaca secara kolektif di Kelas Liarsip,” ungkap Lisabona saat menceritakan proses menelusuri Sofi a WD dalam sesi diskusi Satu Hari Bersama Sofia seusai pemutaran film Halimun di PurpleCode Space, Jakarta, Selasa (30/4).

Salah satu temuan yang kemudian juga membantah tentang kiprah film Sofia di Berlinale ialah nama Sofia tidak disebutkan di artikel-artikel sebagai sutradara. Para anggota Kelas Liarsip menilai hal itu sangat memalukan sekali dan membuat syok, sebab nama sutradara-sutradara lain dari Eropa maupun Amerika disebut.

“Dan memang para laki-laki (sutradara). Dia (Sofia) salah satunya perempuan sutradara dan namanya enggak disebut,” lanjut Lisa.

Dosen dan kurator yang juga anggota Kelas Liarsip Umi Lestari menambahkan konstelasi Sofia dalam dunia film di Indonesia pada masa itu juga dibacanya dianggap ‘kurang penting’ oleh para pelaku film maupun publik. Umi mensinyalir salah satunya karena tema dalam film-film Sofia mengangkat isu-isu domestik dan karakter perempuan atau ibu.

“Pada masa lalu kan perspektif yang semacam itu jarang diangkat, bahkan mungkin tidak dianggap begitu penting oleh publik. Tapi selanjutnya saya tidak lagi melihat narasi itu dalam bacaan kekaryaannya, tetapi lebih ke visual dalam filmnya. Sofia ternyata punya visual yang indah. Di setiap ruangan yang ada, misal di rumah Awit (salah satu karakter di film Halimun), baik rumah pertama maupun kedua pasti ada ornamen bunga. Itu mengingatkan saya dengan filmnya Ratna Asmara. Mungkin ini adalah kesengajaan dari perempuan sutradara. Itu sebenarnya bisa menjadi potensi kalau kita mau membaca perspektif perempuan dalam pembuatan film-film itu seperti apa. Bagaimana dia menyediakan atau memberikan feminitas di dalam film,” ungkap Umi.


Dimensi Sofia

Sebelum masuk ke dunia film, Sofia lebih dulu bergelut di panggung sandiwara. Sempat bergabung dengan sekolah sandiwara pimpinan Andjar Asmara, lalu ikut Irama Mas, pindah ke Bintang Surabaya, dan bergabung dengan Fifi Young Toneelkunst. Ia juga dikenal sebagai agen rahasia di bidang militer.

Dalam film, ia melintas peran dari pemeran, sutradara, produser, hingga penulis. Salah satu yang juga menjadi legasi Sofia pada masanya ialah turut mengadvokasi penaikan honor para aktor. Dalam memproduseri film, Sofia juga berupaya mempertimbangkan keseimbangan bayaran aktor dan para kru.

Sofia dikenal pula sebagai pengajar ilmu peran di Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia). Selain itu, sebagai sosok yang memberikan jalan bagi para perempuan sutradara setelahnya. Pada masa itu, untuk menjadi sutradara perlu ada ujian dari KFT (Karyawan Film dan Televisi).

Salah satu anekdot yang beredar, Sofia meretas jalan penyutradaraan Ida Farida. Ida merupakan adik dari Misbach Yusa Biran, yang juga sempat menjabat sebagai Ketua KFT pada medio 1978–1981. Adapun Sofia merupakan angkatan pertama sehingga tidak ada ujian.

“Ketika Ida Farida akan ujian (di KFT), semua profesi film zaman itu harus lulus ujian negara yang diadakan oleh asosiasi profesi, KFT. Dua kali (Ida) gagal lulus ketika diuji oleh Asrul Sani (sutradara). Akhirnya Sofia mencarikan jadwal ujian untuk Ida saat Asrul sedang mengurus pascaproduksi di Tokyo. Jadi memang ada banyak anekdot tentang bagaimana Sofia meretas sistem agar lebih terbuka,” cerita Lisa.

“Dia (Sofia) punya peran-peran yang mungkin juga enggak bisa dibandingkan secara klasik dengan rekannya yang laki-laki. Tapi perannya besar untuk generasi berikutnya, terutama dalam melancarkan karier mereka dan memberi kesempatan untuk belajar,” lanjut Lisa.

Salah satu yang amat disayangkan, menurut Umi, dengan kiprah Sofi a yang begitu kaya di perfilman Indonesia, sumber bacaan yang mengarsipkan jejak kekaryaan serta advokasinya pada dunia fi lm sangat minim. Nama Sofia justru lebih harum di dunia kemiliteran. Namun, itu juga menunjukkan bahwa pada masa itu capaian militeristik lebih dianggap atau diapresiasi ketimbang capaian dalam seni.

“Saya menotal ada sekitar 100 judul film di mana dia terlibat sebagai aktris, sutradara, produser, dan penulis. Namun, dari peran sebanyak itu, kenapa tidak ada satu buku atau mungkin esai yang merangkum karier dan kekaryaan Sofia. Jadi upaya yang dilakukan Kelas Liarsip ingin memperbaiki situasi tersebut,....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement