MEGAPOLITAN

Susah Evakuasi kalau Air Meluapnya Malam

Sel, 15 Okt 2024

BENCANA banjir selalu menjadi masalah yang sangat menakutkan bagi masyarakat Ibu Kota, khususnya mereka yang tinggal di wilayah rawan, seperti bantaran sungai dan wilayah pesisir.

Luapan air yang mengalir ke permukiman saat hari masih terang mungkin bisa diatasi dengan bergegas mencari tempat perlindungan yang lebih tinggi. Beda cerita jika ‘tamu tak diundang’ itu justru masuk ketika warga sudah terlelap di dinginnya malam.

“Banjir itu, sih, sudah biasa. Kalau lagi tidak musim hujan, kadang suka banjir karena kiriman air dari Bogor yang akhirnya Kali (Ciliwung) meluap. Ya, seperti inilah risikonya, mau tidak mau,” ucap Linda, 43, saat ditemui, Sabtu (12/10).

Linda tercatat sebagai warga Jalan Tanjung Lengkong, Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Rumahnya kebetulan sangat dekat dengan bibir sungai.

Pun saat air meluap, dia dan warga lain langsung melakukan proses evakuasi, kegiatan rutin yang sudah biasa dilakukan saat air mulai menggenang.

Jika Kali Ciliwung sedang meluap karena kiriman dari Bogor ataupun musim hujan, ketinggian banjir di permukiman padat itu bisa mencapai pinggang atau leher orang dewasa.

“Biasanya kita dapat informasi dari Pak RW atau kelurahan kalau misalnya mau ada kiriman air dari Bogor yang bisa membuat Ciliwung meluap. Biasanya kita disuruh evakuasi ke pos pengungsian. Tapi kalau meluapnya malam, itu yang berisiko bagi kita, susah evakuasinya.”

Linda mengakui bahwa dia dan keluarganya sudah nyaman tinggal di bantaran kali. Meski ada niat mencari tempat yang lebih baik, mereka juga masih bingung untuk tinggal di mana lantaran terbentur dengan biaya dan minimnya penghasilan sebagai pekerja serabutan. “Bahkan, ada juga warga yang sudah pindah, tapi balik lagi karena alasannya lebih nyaman tinggal di sini,” ucap dia.

Penyebab banjir, menurut Lurah Bidara Cina, Suhartono, karena belum diturapnya (tanggul) aliran Kali Ciliwung. Alhasil, kini tersisa empat RW yang menjadi langganan banjir saat sungai meluap. “Masih ada 1,7 kilometer lagi yang belum ditanggul dan meliputi empat RW. Obatnya harus tanggul. Kalau sudah ditanggul, sudah aman, insya Allah.”

Khusus untuk wilayah yang masih menjadi lokasi rawan banjir, pemda setempat sudah menyiapkan posko di beberapa titik, seperti gereja, kantor kelurahan, dan kantor kecamatan. Dukungan logistik juga lengkap.

Upaya lain yang dilakukan pemda guna mengurangi dampak banjir ialah dengan melakukan pembersihan wilayah bantaran kali dan aliran sungai setiap akhir pekan.

“Saat ini program yang dijalankan ialah membersihkan setiap minggu agar alirannya lancar,” kata Suhartono.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengingatkan agar Pemprov DKI fokus pada regenerasi sungai serta merevitalisasi danau atau waduk.

Hal yang tidak kalah penting ialah melakukan restorasi di wilayah persisir serta reforestasi hutan bakau.

Selain melakukan regenerasi sungai dan revitalisasi danau, Nirwono menyebut banjir yang sering terjadi di Jakarta itu juga disebabkan oleh saluran air atau drainase yang buruk di Jakarta. Pemprov DKI harus merehabilitasi saluran air di beberapa titik langganan banjir.

“Sudah saatnya Pemprov DKI fokus dalam merehabilitasi seluruh saluran air, dimulai dari titik-titik banjir, kemudian bertahap ke lokasi-lokasi langganan banjir yang jauh dari sungai,” kata dia.

Permasalahan banjir yang tak pernah terselesaikan di Jakarta juga disebabkan oleh kurangnya wilayah resapan air yang ada seperti ruang terbuka hijau (RTH). Pemprov harus menambah dan mengembangkan RTH di beberapa titik, salah satunya di wilayah bantaran sungai besar untuk menanggulangi banjir....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement