ADA-ADA saja warga Ibu Kota saat berkendara. Dari ngebut dengan dalih mengejar waktu, menerobos lampu merah, melawan arus, tidak pakai helm, hingga masuk lajur khusus Trans-Jakarta seolah sudah biasa. Kecelakaan akibat pelanggaran itu juga hal biasa.
Pemandangan tersebut diceritakan Rizqan Alfarisi, 25, pegawai swasta yang biasa menggunakan sepeda motor dalam kesehariannya. Rizqan termasuk pengendara yang sangat berhati-hati dalam berkendara. Terlebih saat berada di jalan utama yang padat kendaraan.
Namun, hati-hati saja ternyata tak cukup. Dia pernah nyaris disambar angkot dan bisa saja menjadi korban kecelakaan.
Penyebabnya beberapa motor dan angkot tersebut nekat menerobos lampu merah dari arah berlawanan di Jalan Jati Padang, Jakarta Selatan.
Meski melihat sejumlah motor dan angkot itu serentak menuju ke arahnya, Rizqan pun terus berjalan di lajurnya karena lampu lalu lintas sudah hijau. “Eh, malah yang menerobos itu berteriak, membentak saya,” kata Rizqan kepada Media Indonesia, akhir pekan lalu.
Karena enggan terlibat keributan, Rizqan memilih terus melaju meski saat itu dirinya kaget karena hampir ditabrak kendaraan yang jelas-jelas melanggar aturan.
Sejak mengalami peristiwa itu, Rizqan meyakini bahwa berkendara di Jakarta tidak cukup hanya diri sendiri yang memastikan keamanan.
Namun, perlu membangun kesadaran bersama dari para pengendara untuk keselamatan semua pengguna jalan.
“Makanya jangan melanggar lalu lintas. Yang menanggung risiko dan bahayanya juga orang lain, bukan hanya kamu sendiri,” kata dia.
Pengalaman berbeda dikisahkan Muhammad Rizki, 26. Ia mengaku pernah menerobos lampu merah. Akan tetapi, hal itu dilakukan karena terpaksa, bukan sengaja ugal-ugalan.
Maklum, saat itu Rizki yang menunggangi sepeda motor berada di barisan depan sembari menunggu lampu hijau.
“Saya sudah sabar menunggu lampu hijau., tapi yang di belakang saya tidak sabar menunggu dan bunyikan klakson terus. Jadi, terpaksa saya terobos lampu merah,” kata dia.
Rizki memastikan dirinya tidak pernah berkendara melawan arah di Jakarta ataupun masuk ke lajur Trans-Jakarta. Menurutnya, itu terlalu berbahaya dan ia tak cukup punya nyali.
Lain hal dengan Rizqan dan Rizki, seorang pengendara ojek online (ojol), Hamid, justru mengaku kerap melewati lajur Trans-Jakarta. Ia beralasan harus mengantar penumpang yang terlihat sedang terburu-buru.
“Ya, pernah kalau mengantar penumpang yang lagi buru-buru. Misalnya mau bekerja; kalau macet sekali, saya suka ambil busway dan mengebut biar penumpang cepat sampai,” katanya.
Ia mengaku model berkendara seperti itu ialah bentuk pelanggaran lalu lintas. Namun, seakan membenarkan caranya, Hamid justru berpesan bahwa hal terpenting ialah penuh perhatian saat melakukannya untuk menghinda....
- Home
- Category
- POLKAM
- FOKUS
- EKONOMI
- MEGAPOLITAN
- OPINI
- SUARA ANDA
- NUSANTARA
- HUMANIORA
- INTERNASIONAL
- OLAHRAGA
- SELEBRITAS
- EDITORIAL
- PODIUM
- SELA
- EKONOMI DIGITAL
- PROPERTI
- KESEHATAN
- OTOMOTIF
- PUNGGAWA BUMI
- BELANJA
- JENDELA BUKU
- WAWANCARA
- TIFA
- PESONA
- MUDA
- IKON
- MEDIA ANAK
- TRAVELISTA
- KULINER
- CERPEN
- HIBURAN
- INTERMEZZO
- WEEKEND
- SEPAK BOLA
- KOLOM PAKAR
- GARDA NIRBAYA
- BULAKSUMUR
- ICON
- REKA CIPTA ITB
- SETARA BERDAYA
- EDSUS HUT RI
- EDSUS 2 TAHUN JOKOWI-AMIN
- UMKM GO DIGITAL
- TEKNOPOLIS
- EDSUS 3 TAHUN JOKOWI-AMIN
- PROMINEN
- E-Paper
- Subscription History
- Interests
- About Us
- Contact
- LightDark
© Copyright 2020
Media Indonesia Mobile & Apps.
All Rights Reserved.