INTERNASIONAL

Utang Paksa Sejumlah Negara Berhemat

Min, 19 Jun 2022

KURANGNYA skema penghapusan utang memaksa beberapa negara miskin dunia memotong pengeluaran publik. Cara itu dilakukan demi tetap memiliki kecukupan anggaran untuk membayar utang luar negeri.
Sebuah laporan oleh Debt Justice mengatakan negara-negara yang paling banyak berutang diperkirakan akan mengurangi pengeluaran publik rata-rata sebesar 3% antara 2019 dan 2023. Di sisi lain, mereka juga membutuhkan dana segar untuk mengendalikan harga pangan dan energi.
Menggunakan data Dana Moneter Internasional untuk utang dan belanja publik, organisasi itu menyebutkan perbedaan antara negara-negara ber­utang tinggi dan rendah. Negara-negara dengan utang rendah akan meningkatkan pengeluaran rata-rata 14% antara 2019 dan 2023.
Laporan tersebut diterbitkan bertepatan dengan penyelidikan Komite Pemilihan Pembangunan Internasional House of Commons mengenai krisis utang di negara-negara berpenghasil­an rendah. Data itu memicu kekhawatiran IMF maupun Bank Dunia.
Keadilan utang, sebelumnya Kampanye Utang Jubilee, mengatakan Inggris harus menggunakan kekuatannya untuk membuat pemberi pinjaman swasta mengambil bagian dalam penghapusan utang. Pejabat kebijakan senior kelompok itu, Tess Woolfenden, mengatakan, “Negara-negara berpenghasilan rendah dipaksa untuk memprioritaskan pembayaran utang ketimbang pengeluaran publik untuk perawatan kesehatan atau akses ke makanan, tepat pada saat pengeluaran sangat dibutuhkan.”
Pada awal pandemi covid-19 atau 2020, G-20 menyetujui kerangka kerja umum untuk penanganan utang, tetapi belum ada negara yang mendapat manfaat dari bantuan melalui skema tersebut. Hal itu antara lain karena tentangan dari pemberi pinjaman swasta.
Sebanyak 90% obligasi negara-negara yang memenuhi syarat untuk skema keringanan utang G-20 diatur oleh hukum Inggris. Woolfenden mengatakan, “Inggris harus bertindak untuk membuat pemberi pinjaman swasta mengambil bagian dalam pengurangan utang. Pembayaran utang kepada pemberi pinjaman kaya seharusnya tidak didahulukan dari kebutuhan orang-orang di saat krisis berganda.”

Dialihkan ke pembayaran utang


Debt Justice mengidentifikasi Sierra Leone sebagai salah satu negara yang terpaksa mengalihkan sumber daya dari belanja publik ke pembayaran utang. Dikatakan, beban utang negara yang tinggi terjadi selama krisis ebola pada 2014 dan 2015, dan meningkat sebagai akibat dari pandemi.
IMF mengharapkan pengeluaran publik riil per orang pada 2023 menjadi 20% lebih rendah daripada di 2015 dan 4% lebih rendah ketimbang di 2019. Tingkat pengeluaran yang rendah ini kemudian diharapkan akan dipertahankan hingga setidaknya tahun 2025, kata Debt Justice.
Abu Bakarr Kamara, koordinator di Jaringan Advokasi Anggaran di Sierra Leone, mengatakan, “Dengan ebola dan covid-19, Sierra Leone telah menghadapi dua krisis kesehatan besar dalam beberapa tahun terakhir, yang telah menghancurkan sektor kesehatan dan ekonomi.”
Namun, pembayaran utang mengambil sumber daya yang penting untuk pemulihan. “Membatalkan utang Sierra Leone adalah salah satu bagian vital demi membantu pemerintah meningkatkan ruang fiskalnya untuk berinvestasi di sektor kesehatan dengan cara yang....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement