RAMAI, padat, dan sering macet adalah gambaran sehari-hari di kawasan Jalan Gadjah Mada, yang ujung timurnya menyatu dengan titik nol Kota Denpasar di saat sebelum pandemi covid-19. Namun, saat pandemi, apalagi Kota Denpasar memasuki PPKM level 2, suasana ramai dengan berbagai pembatasan.
Di seputaran jantung ibu kota Provinsi Bali ini ada dua pasar tradisional besar, yakni Pasar Badung dan Pasar Kumbasari yang dipisahkan alur Tukad Badung. Salah satu titik Jalan Gadjah Mada ada di atas Jembatan Tukad Badung.
Pasar Badung merupakan pasar tradisional terbesar di Bali tak hanya dikunjungi orang Denpasar saja, tetapi banyak juga dari wilayah kabupaten lain di Bali bahkan dari luar Bali yang memasok berbagai komoditas kebutuhan sehari-hari.
Di tahun 1980-an, seseorang atau pengunjung yang datang ke Kota Denpasar rasanya belum lengkap kalau belum menginjakkan kakinya atau sekadar lewat di Jalan Gadjah Mada. Maklum, di masa itu kawasan jalan ini menjadi semacam barometernya Kota Denpasar. Di areal ini banyak gedung berderet bertingkat yang sekaligus menjadi pusat denyut nadi perekonomian.
Setelah Pemkot Denpasar melakukan penataan dan revitalisasi Tukad Badung, kawasan ini tampak semakin cantik memesona pengunjung.
Pengerjaannya yang terinspirasi oleh eksotisme Sungai Cheonggyecheon di Kota Seoul, Korea Selatan, ini memang hasilnya banyak yang menilai sangat mirip. Paduan cahaya lampu-lampu di malam hari yang memantul di aliran air membuat panorama makin eksotis.
Dalam upaya untuk makin menguatkan Jalan Gadjah Mada sebagai kawasan heritage sekaligus sebagai pendukung paket city tour, Pemkot Denpasar, melibatkan biro perjalanan melakukan sosialisasi terutama kepada pemilik dan pengelola toko agar mulai menyesuaikan jenis barang jualannya.
Misalnya menjual pernak pernik suvenir, aneka macam kuliner sehingga lebih menjawab akan kebutuhan wisatawan.
“Bisa saja menjual oleh-oleh khas Kota Denpasar, sama seperti Yogya dengan Malioboro-nya,” kata Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkot Denpasar, I Dewa Gede Rai, Kamis (7/4).
Hal ini akan berbeda halnya kalau masih ada pedagang yang menjual bahan bangunan atau barang elektronik yang sebenarnya bisa didapatkan lebih lengkap di kawasan pertokoan lainnya.
Ke depannya, lanjut Dewa Rai, bagaimana dukungan dari pedagang dan masyarakat untuk membangkitkan bisnis tempo dulu yang jadi kenangan.
Bagaimana pelaku-pelaku usaha untuk mendukung dari sisi jenis usahanya seperti kuliner, acara ngopi-ngopi, sehingga mengundang orang untuk datang. “Sambil nongkrong ngopi-ngopi, yang lain juga bisa jual suvenir, itu terus kita dukung dan pelaku usaha harus melihat peluang ini,” lanjut Dewa Rai.
Memperkuat dan meningkatkan potensi heritage kawasan Jalan Gadjah Mada juga menjadi bagian dalam upaya mendukung program city tour yang diprogramkan oleh Pemkot Denpasar.
Seperti penataan pedestrian, Pasar Badung, Pasar Kumbasari, Tukad (sungai) Badung, serta mempercantik pertokoan dengan pemasangan aneka lampu hias, serta membebaskan badan jalan dari parkir kendaraan sehingga areal jalan lebih lebar dan tidak semrawut.
Dengan demikian wisatawan pengunjung Pasar Badung atau Pasar Kumbasari diharapkan bisa melanjutkan untuk menikmati kawasan Gadjah Mada yang banyak menyimpan histori dan kenangan.
Pasar Badung selama ini memiliki daya tarik tersendiri karena di tempat ini bisa ditemui perempuan-perempuan perkasa sebagai buruh angkut. Sosok wanita sedang menyunggi keranjang atau barang sering menjadi bidikan kamera wisatawan yang berkunjung.
“Selama ini sebelum pandemi, banyak wisatawan yang berkunjung ke Pasar Badung, ini yang kami harapkan berlanjut berkunjung ke kawasan Jalan Gadjah Mada yang menyimpan banyak kenangan,” harap Dewa Rai.