DUNIA digital membuka pintu lebar bagi kreativitas anak muda. Tak hanya memberikan kesempatan untuk mengembangkan dan menuangkan ide, dunia digital pun bisa disulap menjadi lapangan kerja yang berbuahkan cuan. Kreativitas harus diarahkan dan dibekali pengetahuan, serta dilindungi dengan regulasi agar hasilnya positif, tidak membahayakan di masa depan, dan tentu saja cuan.
Fenomena foto selfie Ghozali Everyday pada dunia digital menarik anak muda untuk ikut terjun ke dunia Non Fungible Token (NFT) yang merupakan turunan dari mata uang kripto. Banyak orang, mayoritas anak muda ingin mengikuti jejak Ghozali.Namun, sayangnya banyak yang salah langkah dan hanya menunjukkan bahwa anak muda tersebut ‘kebelet’ kaya.
Psikolog Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto mengatakan kebanyakan anak muda memaksimalkan kreativitasnya di dunia digital untuk meraih pendapatan. Sifat anak muda yang tertarik dengan tantangan itulah yang diharapkan bisa mendapatkan keuntungan.
“Anak-anak muda mau bagaimana pun mereka lebih kreatif dan dinamis yang lebih tertarik pada tantangan itu ciri anak muda. Dengan potensi yang lebih meng gelora sehingga ini menjadi bagian dari penyalurannya perlu diapresiasi terkadang berhasil atau gagal,” kata Kak Seto kepada Media Indonesia, Selasa (1/2).
Ia mendorong agar fenomena tersebut tidak hanya dilihat dari sisi gambling-nya tapi dilihat juga dari keberanian mencoba sesuatu yang baru dan terkadang penuh risiko terutama di dunia digital.
Ia menuturkan, adanya perilaku anak muda yang tidak bijak dalam dunia digital seperti menjual foto selfie dan identitasnya di platform OpenSea menunjukkan perlunya literasi digital.
“Mulai dari akhlak mulia, sifat gotongroyong, kritis, kreatif itu bagian dari profil pelajar Pancasila yang disematkan juga oleh Kementerian-Ristek harus ditanamkan kepada anak muda agar ramah di dunia digital ini,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Kak Seto, bukan zaman nya lagi memaksa anak muda mencapai gelar tertinggi dalam bidang yang di inginkan orang tua, termasuk bidang akademik karena anak muda memiliki jalannya sendiri.
Karena itu, lanjutnya, kreativitasnya perlu disalurkan untuk mencari terobosan baru. Yang sekarang dilihat tokoh-tokoh baru seperti youtuber, kreator gamer dan lainnya di dunia digital yang dari segi kesejahteraan dianggap memenuhi harapan-harapan anak-anak muda.
“Jadi saya kira itu kita perlu melihat dari sisi positifnya yang penting nilai-ni lai akhlak yang tidak ditinggalkan,” ucapnya.
Sementara itu, pemerhati pendidikan Doni Koesoema menilai anak muda seperti Ghozali yang memiliki kreativitas bisa didukung oleh pihak kampus.
Sikap kampus harus tetap mendukung mahasiswanya berkreasi, namun tetap mengutamakan pendidikan.
“Bagi saya kreativitas sangat penting. Namun, mahasiswa harus paham dunia digital secara baik agar malah tidak merugikan nantinya,” ujarnya.
Terpisah,Dewan Pengawas Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Indriyatno Banyumurti mendorong edukasi bagi masyarakat mengenai keamanan data dan privasi dari aktivitas NFT.
“Pendidikan privasi absolutely perlu. Bisa berupa literasi privasi, yakni bagaimana kita memberikan pengetahuan dasar orang sadar akan privasi dan perlindungan data pribadi,” kata dia.
Banyu menambahkan, ia menyorot tidak adanya edukasi semacam itu itu khususnya di pendidikan kurikulum umum. Terlebih, Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perlindungan data pribadi sebagai pegangan regulasi masih dibahas oleh DPR.
....